Kamis, 01 Juli 2010

Menjadi Pengusaha yang Kreatif

Menjadi pengusaha, seseorang tentunya harus kreatif. Konon, tingkat kreativitas ini pulalah yang menentukan sampai pada tahapan mana seorang pengusaha bisa berhasil. Namun kesimpulan terbaru-buru dalam hal ini agaknya kurang bijaksana. Sebab masih harus dibedakan apa dan bagaimana kreativitas yang bisa memberikan sumbangan positif bagi perusahaan. Yang jelas, mereka yang kreatif mungkin saa bisa mengacaukan sistem yang sudah terbina lama dalam suatu perusahaan besar.

Kata ‘kreatif dalam beberapa tahun terakhir ini tiba-tiba menjadi sangat populer. Orang mengucapkannya pun masih sambil mengacungkan jempol. Secara tiba-tiba pula manajemen perusahaan mencantumkan syarat ‘kreatif untuk menerima seorang manajer baru. Dan ini tampaknya termasuk syarat utama yang diminta perusahaan-perusahaan besar pada umumnya.

Meskipun tanpa disadari betul, ini tentunya termasuk perubahan cukup besar dalam sikap manajemen. Mengapa? Mungkin erat hubungannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi sangat cepat dalam situasi bisnis dewasa ini. Dalam hal ini, kalau dikaji lebih mendalam tentang daya naluri kewiraswastaan, maka seorang creative entrepreneur memiliki beberapa kelebihan yang dianggap mampu menjawab perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Seorang pengusaha yang kreatif, misalnya, akan mampu mendeteksi kekeliruan arah dan dengan cepat bisa mengalihkannya ke arah yang baru. Tidak jarang pula dia bisa mengubah kesalahan menjadi kesempatan baru.

Marsha Sinetar, seorang psikolog manajemen yang kini memimpin lembaga konsultasi manajemen Sine Associates di California mengungkapkan, pengusaha yang kreatif bisa dibedakan dalam dua tipe; aktifis yang kreatif dan pemikir kreatif.

Namun demikian, kedua kategori ini sebenarnya tidak bisa dipisahkan secara jelas karena semua pengusaha sukses tentunya memiliki ketajaman bisnis dan ketrampilan berfikir yang cukup. Yang bisa membedakan antara tipe yang satu dengan lainnya, meskipun sangat samar, terletak pada cara berfikir dan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.

Seorang aktifis yang kreatif adalah pelaku. Dia memiliki pemahaman yang alami mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan untuk menjalankan bisnis, memperluas, mengkonsepsualisasikannya kembali, atau bahkan menciptakan bisnis baru. Singkatnya, seorang aktifis adalah partner dansa alami yang baik bagi bisnis. Dia me-miliki indera keenam atau intuisi yang tajam untuk menentukan kapan memberi motivasi karyawan, memasarkan produk baru, dan menyelesaikan masalah-masalah finansial. Para aktifis tahu, meskipun tanpa belajar di bangku akademi atau dari buku-buku, bagaimana menjalankan prinsip-prinsip bisnis dalam organisasi agar keduanya bisa berjalan sukses.

Victor Kiam, presiden direktur Hemington Product Inc. merupakan salah satu pengusaha yang aktifis kreatif jempolan. Secara efektif dia ambil bagian di semua kegiatan operasi perusahaan mulai dari kegiatan penjualan sampai kampanye promosi. Secara teratur dia mengadakan pertemuan dengan seluruh karyawan untuk memberi motivasi dan inspirasi. Kiam juga telah membangun citra dan identitas perusahaannya dalam masyarakat. Dia bahkan sudah berhasil memasuki pasaran Jepang dengan jumlah cukup besar. Suatu prestasi yang cukup mengesankan. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang inovasi dan management skills, silakan klik DISINI ).

Di pihak lain, pemikir kreatif lebih merupakan seorang seniman atau inventor. Seorang pemikir kreatif memperoleh kepuasan paling besar dari kegiatan berpikir itu sendiri, dari proses kreatif dalam tindakan. Bagi dia, achievement diperoleh dari abstraksi-abstraksi mental yang ditransformasikan dalam bentuk-bentuk konkrit, atau bilamana sebuah gagasan telah menjadi kenyataan.

Sebetulnya, seorang pemikir kreatif menyukai pekerjaan konseptual atas spesialisasi teknik yang dia miliki. Sehingga sebagian besar waktunya akan tersita oleh kegiatan eksperimen, penelitian, dan inovasi. Uang, status, baginya adalah soal nomor dua. Tapi proses berpikir itu sendiri memberi kepuasan paling mendalam baginya.

Untuk mereka yang termasuk pemikir kreatif, problem-problem yang dia kemukakan seringkali tidak bisa diduga sehingga mereka tidak jarang menghadapi konflik dalam struktur perusahaan atau organisasi yang sudah mapan. Seringkali pula para pemikir kreatif ini cukup sulit untuk dikenali. Sebagai manajer, mereka bisa frustrasi dan membuat kaget orang-orang dalam departemennya. Ini semata-mata karena mereka cepat merasa bosan. Mereka mendambakan kebebasan dalam cara menyelesaikan pekerjaan, bebas bertanya tentang apa saja, dan bebas menerapkan solusi atas hal-hal yang ada dalam pikirannya yang kadang-kadang tidak praktis bagi orang lain. Atau dengan kata lain, tipe manusia kreatif seperti ini membutuhkan kesempatan bereksperimen seluas mungkin.

Mendobrak Status Quo
Kreativitas memang berarti mengeksistensikan hal-hal yang belum pernah ada. Bagi mereka yang menciptakan, berkreasi merupakan suatu ‘permainan’ atau paling tidak bagian dari rekreasinya.

Sekarang bisa dibayangkan kalau mereka bekerja di perusahaan besar yang karena ukuran maupun strukturnya, tentu cenderung menghindarkan risiko tindakan-tindakan yang eksperimental. Di sini kemungkinan kegagalan, dan kesalahan harus dihindarkan benar sebab dianggap mengganggu jenjang karier, efisiensi, dan sistem pencatatan administratif. Mereka memegang teguh prinsip bahwa “organisasi dibentuk untuk mengelola, mempertahankan, dan melindungi apa yang sudah ada.” Sementara di lain pihak para pemikir kreatif menciptakan atau membuat apa yang belum ada menjadi ada.

Dengan perbedaan ini, tentu bisa dimengerti bahwa mereka yang termasuk pemikir kreatif akan mengalami frustrasi. Sebab dalam proses berpikir kreatif itu mereka seolah-olah membuat kekacauan atau gangguan terhadap sistem yang sudah lama ada, untuk mengadakan eksperimen. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang inovasi dan management skills, silakan klik DISINI ).

Orang yang benar-benar kreatif memang langka, dan tidak ada dua orang yang kreativitasnya sama. Namun demikian secara garjs besar ketrampilan berpikir dan gaya mereka mencapai tujuan bisa dikodifikasikan dalam beberapa bagian utama:

- Mereka mudah bosan, selalu memilih mengerjakan hal-hal yang belum pernah tergarap.
- Mereka menikmati kemenduaan (ambiguity), paling tidak bila hal ini terpaksa dihadapi.
- Mereka tidak akan pernah menghindari risiko atau kekacauan akibat ambiguity tadi.
- Mereka cenderung tidak tertarik pada hal-hal bersifat sosial, sehingga biasanya mereka kurang baik dalam bermasyarakat.
- Mereka menganggap perlu menggunakan pikiran untuk memecahkan kesulitan, atau persoalan-persoalan secara pribadi.
- Makin mantap kepribadiannya maka makin besar kemungkinan mereka menganggap bekerja sebagai suatu “panggilan” atau dedikasi.

Pada bidang-bidang yang belum tergarap, para pengusaha kreatif biasanya mampu bekerja tanpa dukungan atau persetujuan orang lain. Menurut Paul Torrance, seorang peneliti bidang kreativitas pada Universitas Georgia, Athena, orang yang kreatif berbahagia dalam kesunyian, dan kurang senang dengan disiplin atau aturan-aturan. Kebutuhan mereka paling utama ialah menggunakan otak dalam masalah-masalah kompleks.

Dari hasil penelitiannya, Paul berkesimpulan, orang kreatif sering berkata: “Saya suka menggunakan otak. … dengan begitu badan terasa enak. Saat paling menyenangkan adalah kalau bekerja mencari penyelesaian suatu masalah tanpa diganggu.”

Sikap seperti itu tentu agak kurang enak bagi orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, seorang pengusaha kreatif yang tiba-tiba meninggalkan bisnisnya yang sukses untuk bekerja menggarap proyek yang sama sekali baru. Tindakan ini tentu akan membuat bingung keluarga dan kolega-kolega kerjanya yang menganggap bahwa energi, uang, dan waktu untuk proyek baru itu sangat lebih bermanfaat bila digunakan untuk meningkatkan bisnis yang sudah jalan. Namun bagi si pengusaha kreatif tadi berpindah ke bisnis baru dengan tantangannya yang baru justru lebih pantas untuk dilakukan.

Sekarang mungkin timbul pertanyaan. Bagaimana suatu perusahaan atau organisasi memelihara dan memanfaatkan bakat kreatif itu?

Jawaban singkat dan tepat untuk pertanyaan ini agaknya tidak ada. Perusahaan sebesar apa pun belum ada yang sudah mempunyai formula bagaimana cara memanfaatkan secara maksimal potensi orang-orang kreatif dalam perusahaan mereka. Yang ada baru sampai pada prinsip-prinsip dasar yang bisa membantu. Pertama-tama, manajemen harus mampu mengidentifikasi bakat kreatif, dan mencari bagaimana memanfaatkannya. Untuk tugas ini manajemen terlebih dulu harus menjawab pertanyaan:

— Siapa orang kreatif yang dimiliki, dan bagaimana mereka bisa dianggap kreatif. Ini menyangkut penetapan kriteria penentuan personalianya.
— Kesempatan apa yang dimiliki perusahaan yang bisa menggunakan kreativitas.
— Hambatan-hambatan apa yang mungkin terjadi kalau pemikir kreatif akan dimanfaatkan. Dengan menjawab pertanyaan ini, berarti sudah mengidentifikasi siapa-siapa orang kreatif yang dimiliki peru¬sahaan. Maka tindakan selanjutnya adalah introspeksi, misalnya tentang rewards atau kemungkinan kesempatan apa yang bisa diberikan, dan apakah pemanfaatannya akan dilakukan secara formal atau cukup dalam wadah brainstorming saja.

Perlu pula disadari bahwa menghadapi orang-orang kreatif dalam perusahaan tampaknya bukan pekerjaan mudah. Orang kreatif sebagai bawahan, anggota team kerja, manajer atau sebagai direktur, dan pendiri perusa¬haan tentunya memiliki karakter atau kepribadian yang berbeda sesuai dengan tingkatan masing-masing. Ini berarti; berurusan dengan mereka akan menemui tantangan-tantangan yang satu sama lain memiliki ciri khas tersendiri.

Namun demikian, tantangan apa pun yang akan dihadapi, mendorong orang-orang kreatif untuk terus bekerja inovatif dalam perusahaan merupakan suatu keharusan dalam situasi bisnis yang berkembang dengan cepat dewasa ini. Tampaknya, satu-satunya cara untuk bisa memenangkan persaingan, atau paling tidak tetap turut diperhitungkan di pasaran, ialah dengan memupuk kreatifitas, baik dari pemikir maupun dari aktifis yang kreatif.

Di pihak orang-orang kreatif itu sendiri akan timbul rasa kebosanan, terkungkung, atau terabaikan kalau manajemen tidak mampu melihat kreativitas mereka dari sudut positif. Kalau ini sampai terjadi, mereka biasanya berani meninggalkan upah dan tunjangan yang tinggi untuk mencari petualangan baru yang memberi arti cukup bagi mereka secara pribadi.

0 komentar:

Posting Komentar