Selasa, 10 Agustus 2010

Alternatif Finishing pada Dinding (2)

Alami Ala Batu

Jika anda menyukai dinding yang bernuansa alam, bisa menutupnya dengan batu alam. Batu alam pun banyak jenisnya, ada batu candi yang, andesit, susun sirih, dll. Jangan lupa untuk memberi pelapis pada finishing jenis ini, agar tidak berjamur.

Dinding batu candi bisa difariasikan pada dinding fasade sebagai aksen, karena karakter dan warnanya pas untuk konsep rumah minimalis. Dinding jenis batu candi juga bisa menetralisir suasana agar tercipta kesan natural.

Sementara dinding batu andesit lain lagi. Jenis ini hampir serupa dengan dinding garuk garis-garis. Motifnya memang berupa garis-garis dengan warna hitam, tapi teksturnya sama dengan batu candi. Karena harganya cukup tinggi, orang lebih sering menggunakan treatment garis-garis dengan membuat sendiri.

TIPS

Usai diberi sentuhan akhir, jangan lupa merawat dinding. Ikuti cara berikut ini, ya!

- Jika Anda menyukai treatment pada dinding, pastikan juga bahwa hasilnya tidak terlalu berlebihan yang akan membuat dinding terlihat ramai.

- Pastikan dahulu bahwa treatment dinding yang diinginkan bisa diaplikasikan pada rumah, jangan jadi korban tren. Pasalnya, banyak juga yang memaksakan treatment garis-garis yang sedang tren untuk diaplikasikan pada rumah yang bergaya mediterania/ klasik.

- Warna juga bisa membuat treatment pada dinding menjadi lebih hidup dan lebih menonjol.

- Sekarang ini banyak jenis semen yang akan memudahkan anda untuk bisa bereksplorasi dengan dinding, contohnya semen putih atau mortar.

Ruang Hijau yang Penuh Kejutan (1)

Dominasi material kaca dan batu bata mempertegas konsep ramah lingkungan sekaligus memperunik roof garden. (Foto: Daniel Supriyono/Nova)

Siapa bilang rumah hijau itu membosankan? Tengoklah rumah milik pasangan Titan Hermawan–Herani Hermawan di bilangan Cilandak, Jakarta ini. Rumah ramah lingkungan pun bisa tampil gaya.

Baru sampai di depan pintu rumah saja, elemen bata Bali yang disusun rapi bak mozaik langsung menyedot perhatian.

Begitu memasuki pelataran rumah, lagi-lagi elemen bata Bali memenuhi dinding tembok rumah. Rimbunnya pohon-pohon besar semakin menegaskan konsep “green” yang dianut si pemilik rumah.

Rumah yang berdiri di atas lahan seluas 464 m2 ini dibangun selama 3 tahun melalui tangan Adi Purnomo, arsitek yang dikenal peduli terhadap lingkungan.

Foto: Daniel Supriyono/Nova

Rumah ini merupakan rumah kedua pasangan Titan-Hera, sehingga kebiasaan keluarga di rumah lama dibawa serta ke rumah ini. Misalnya, menonton televisi di dalam kamar.

“Desain rumah ini menggabungkan kepribadian kami dan ide-ide arsiteknya. Kami bikin daftar ruangan yang diperlukan, bahkan anak saya pun bikin wish list,” lanjut ibu 2 anak ini.

Rimbun tapi Anggun
Prinsip-prinsip rumah yang ramah lingkungan sangat kuat terwakili di rumah ini.

Contohnya, pohon-pohon besar yang sejak awal sudah ada tetap dipertahankan.

Foto: Daniel Supriyono/Nova

Tak heran jika bentuk desain rumah berbelok-belok mengikuti pohon-pohon yang ada. Material batu bata dan kayu juga banyak dipakai, selain mempertahankan warna dinding polos, tanpa sapuan cat.

Awalnya, sebelum ada tanaman, desain dinding yang tanpa sapuan cat membuat rumah terlihat sangat keras.

“Takutnya kurang cozy (nyaman). Setelah ada tanaman, eh ternyata beda banget. Ditambah warna pada elemen furnitur, misalnya bantal, akhirnya dapat juga cozy-nya,” kata Hera.

Yang jelas, Hera mengakui banyak unsur surprise (kejutan) di rumah ini. “Suami saya kerjanya di dunia kreatif, jadi memang enggak mau setiap ruangan sama bentuknya,” katanya.

Kejutan pertama muncul di ruang multifungsi di lantai satu. Hampir seluruh sisi ruangan dibatasi kaca lebar, kecuali sisi areal dapur kering dan kamar tidur tamu.

“Kami tidak punya ruang tamu seperti rumah-rumah kebanyakan. Ruangan ini sekaligus dipakai untuk acara keluarga. Karena tidak terlalu lebar, kami pakai pembatas kaca supaya kesannya menyatu, tidak terlihat pemisah antara ruangan di luar dan di dalam,” lanjutnya.

Di lantai satu juga terdapat musala yang menggunakan elemen parket sebagai lantai.

Foto: Daniel Supriyono/Nova

Dinding luar dibuat dari batu bata yang disusun menyerupai pot-pot kecil dengan tanaman merambat di dalamnya.

“Fungsinya sebagai penyejuk ruangan. Cuma, agak susah mencari jenis tanaman yang bisa hidup di sana,” kata Hera. Tak ketinggalan, 2 kolam ikan menambah adem ruangan.

Ruang Hijau yang Penuh Kejutan (2)

Foto: Daniel Supriyono/Nova

Taman Atap Unik
Lantai dua yang merupakan area private tak kalah mengejutkan.
Selain ruang multifungsi, di lantai ini terdapat kamar tidur utama dan 2 kamar tidur anak. Kamar tidur dan ruang multifungsi dibatasi tembok kayu yang berbentuk puzzle. Kamar tidur juga menjadi satu-satunya ruang yang dicat di rumah ini.
Masih ada 1 lagi area kejutan yang bisa ditemukan di rumah ini, yakni di bagian atap.

Seluruh areal atap yang beralas dak beton ditanami rumput hijau. “Kalau tahun baru bisa lihat kembang api dari sini,” ujar Hera. Selain hamparan rumput, terdapat juga aneka tanaman buah dalam pot.

Taman atap dengan desain tak biasa, menyerupai bentuk asimetris seakan menjadi puncak keunikan rumah ini.

Sementara di tengah area, terdapat pintu masuk sekaligus bangunan menara untuk tangki air serta heater.

Foto: Daniel Supriyono/Nova

Yang mengejutkan, seluruh areal menara tadi, termasuk pintu, ditempeli pecahan genting kali yang disusun seperti daun!

Memang sungguh nyaman berada di dalam rumah hijau yang pernah menerima Green Design Award 2008 sebagai karya arsitektur yang telah menerapkan aspek ramah lingkungan, dari sebuah majalah desain terkemuka.

Jadi, siapa bilang peduli lingkungan tak bisa gaya?

Tanaman Pewarna Tekstil Lebih Cantik Lebih Menarik (2)

Foto: IST

Daun Mangga

Di balik keistimewaan cita rasa buahnya, mangga ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai pewarna tekstil alami pula. Bukan buahnya, melainkan daunnya yang diolah hingga menjadi ekstrak pemberi warna hijau.

Kesumba

Awalnya biji tanaman kesumba banyak dimanfaatkan sebagai pewarna makanan seperti keju, ikan, margarin dan salad oil . Namun pada perkembangannya, biji kesumba juga dikembangkan oleh perusahaan kimia sebagai pewarna alam yang aplikatif tak hanya pada produk makanan, juga untuk tekstil karena menghasilkan warna merah oranye.

Sri Gading

Sri Gading atau dracaena fragrans adalah tanaman sejenis pandan-pandanan yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias indoor plant . Selain fisik yang tangguh dan indah, daun Sri Gading ternyata juga bisa dimanfaatkan sebagai tanaman pewarna tekstil untuk menghasilkan warna kuning krem.

Foto: Hasuna

Harganya Bisa Dua Kali Lipat

Iffah M Dewi, pemilik Batik Sogan di Yogyakarta, menggunakan pohon tingi, tegeran, secang, kesumba, dan nila. “Untuk pohon tingi, tegeran, dan secang, yang diambil adalah kulit kayunya. Kulit kayu pohon tingi menghasilkan warna cokelat tua, kulit kayu tegeran menghasilkan warna kuning, dan kulit kayu secang menghasilkan warna orange atau pink,” ujar Iffah.

Prosesnya, kulit kayu tadi direbus selama tiga jam sampai zat warna dari kayu tersebut keluar. Air yang sudah mengandung zat warna dari kayu, didinginkan. Air rebusan itu sudah bisa dipakai untuk proses pencelupan. Kain dicelupkan kemudian diangin-anginkan. Hasil celupan pertama belum menghasilkan warna yang kuat. “Proses celup ini berlangsung sampai empat kali, hingga warnanya cukup kuat.

Kata Iffah, masih ada proses selanjutnya, “Zat warna tadi mesti diekstrasi agar tidak luntur. Kain yang sudah melewati empat kali proses pewarnaan tadi, dicelupkan ke dalam air garam. Mulai awal celup sampai selesai, butuh waktu 3-4 hari.”

Jenis tanaman lain yang digunakan Iffah adalah biji kesumba untuk warna orange. “Bijinya dimasukkan dalam air dan direbus sampai 3-4 jam. Selanjutnya, proses celup sama, butuh sampai empat kali proses.”

Sementara warna biru didapat dari daun nila atau indigo yang dibeli dari Kulonprogo. “Sudah dalam bentuk pasta seperti cat minyak. Pasta ini diambil sebagian dan dimasukkan ke dalam air. Lalu proses pencelupan baru bisa mendapatkan warna biru.”

Daun mangga, kata Iffah, juga bisa dipakai untuk pewarna alami. Pilih daun mangga yang tidak tua, juga bukan daun yang pucuk, ambil secukupnya, sekitar 50 lembar, rebus selama 3 jam. Proses selanjutnya sama seperti yang lainnya.

Kelebihannya? “Karena tidak menggunakan bahan kimia sehingga aman untuk kulit dan ramah lingkungan.” Sementara kekurangannya, proses produksi jauh lebih lama ketimbang pewarna yang mengandung zat kimia dan tidak bisa menghasilkan warna cerah. Untuk perawatan, saat mencuci tidak boleh menggunakan mesin cuci dan jangan sabun cuci biasa. “Sebaiknya pakai lerak. Kalau enggak ada, sebaiknya pakai sampo. Untuk mengeringkan, cukup diangin-anginkan, tidak boleh kena panas sinar matahari secara langsung,” jelas Iffah. Di balik prosesnya yang rumit, kelebihan tak terbantahkan dari batik dengan pewarna alami adalah harganya dua kali lipat batik biasa. Menggiurkan, bukan?

Tanaman Pewarna Tekstil Lebih Cantik, Lebih Menarik (1)

Foto: IST

Ragam warna indah yang memulas kain-kain tradisional nusantara ternyata juga bisa dihasilkan dari tanaman yang ada di sekeliling, lho.

Tanaman tak hanya bisa dimanfaatkan untuk kesehatan, di bidang industri ia juga menambah keragaman komoditi bernilai ekonomis tinggi. Salah satunya adalah vegetable dyes atau bahan pewarna dari tanaman.

Ya, secara konvensional nenek moyang kita menghasilkan kain tradisional tanpa pewarna sintetis.

“Namun pewarna alam ini sifatnya sebagai penambah ragam warna tekstil, tidak bisa dibandingkan dengan pewarna sintetis. Dan, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya,” ungkap Dian Widiawati, S.Sn, M.Sn. , peneliti serat alam dan pewarna tekstil alami dari Program Studi Kriya, FSRD-ITB (Institut Teknologi Bandung).

Lebih jelasnya, berikut beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alam tekstil sebagaimana dipaparkan Dian.

Soga Tegeran

Tanaman perdu berduri ini dimanfaatkan sebagai pembuat warna kuning pada kain. Tanaman ini banyak tersebar di Jawa, Madura, Kalimantan serta Sulawesi, karena pada dasarnya memiliki habitat di ketinggian 100 m dpl atau hidup di dataran rendah tropika.

Bila dimanfaatkan sebagai pewarna alam, tegeran atau kayu kuning perlu diekstraksi dan diberikan bahan fiksasi atau penguat warna sebagaimana pewarna alam lainnya.

Soga Tingi

Tanaman yang masih rumpun perdu dengan daun majemuk yang menggerombol di ujung cabang ini sekilas mirip dengan saudaranya tanaman bakau, namun lebih kecil.

Kulit kayunya sudah umum digunakan sebagai penghasil warna merah gelap kecokelatan pada tekstil.

Soga Jambal

Penghasil warna cokelat (dari kayu batangnya) kemerahan ini tumbuh di Nigeria, India, Florida, Hawaii dan Amerika Serikat, termasuk Indonesia. Ketika musim bunga, ia akan menyemarak kuning oleh tandan-tandan bunga yang muncul serempak, karena itulah sering disebut yellow flame three atau yellow flamboyant . Namun, berbeda dengan jenis soga lainnya, ia termasuk jenis pohon besar karena mampu mencapai tinggi 25 m.

Indigo

Indigofera tinctoria (nama latinnya) adalah sejenis pohon polong-polongan berbunga ungu (violet).

Sejak dulu, tanaman ini dimanfaatkan daunnya untuk menghasilkan warna biru dari perendaman daun selama semalaman, dan kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi hingga layak digunakan pada proses pencelupan kain/benang.

Selain sebagai penghasil warna biru, indigo atau tarum juga digunakan sebagai penghasil warna hijau dengan mengombinasikan dengan pewarna alam kuning lainnya.

Mengkudu

Selain sebagai tanaman obat, pace atau mengkudu juga bisa dijadikan pewarna tekstil. Kulit akarnyalah yang bisa menghasilkan warna merah tua untuk tekstil.

Kunyit

Salah satu bumbu masak yang populer di Indonesia ini ternyata dapat dimanfaatkan pewarna tekstil warna kuning.

Pemanfaatan kunyit sebagai pewarna tekstil bisa dengan menggunakan rimpangnya. Bila dicampur dengan buah jarak dan jeruk, kunyit dapat memberikan warna hijau tua. Dan, bila dicampur tarum (indigo) dapat menghasilkan warna hijau. Yang perlu diingat, intensitas warna yang dihasilkan akan sangat tergantung pada takaran dan proses yang dilaluinya.

Ecodesign: Asri di Tengah Polusi (2)

Foto: Dokumen Parameter Architecture

Bukaan Seimbang

Syarat lain yang perlu diperhatikan dalam merencanakan hunian ecodesign , rencanakan bukaan seperti jendela, pintu, ventilasi juga skylight dengan komposisi seimbang. Jangan memberikan terlalu banyak atau sedikit bukaan. Bukaan yang terlalu banyak akan membuat penghuni merasa tak nyaman karena silau dan panas.
Begitu pula penggunaan terlalu banyak kaca yang tidak terlindung, di siang hari akan menghantarkan panas dalam ruangan. Apalagi di negara tropis di Indonesia, kaca yang terlalu mendominasi dinding luar akan memberi efek seperti rumah kaca. Pada akhirnya, orang akan menggunakan AC (air conditioner ) juga dan ini sudah tentu tidak ramah lingkungan karena meningkatkan risiko kebocoran ozon dan boros energi listrik.

Hemat Listrik

Rumah ecodesign terkadang sulit untuk diwujudkan secara utuh. Namun semakin besar penghematan energi yang dimiliki akan memberi nilai eco-living yang semakin besar karena tidak merusak alam. Beberapa rumah dengan konsep ecodesign telah menggunakan teknologi penghemat energi seperti sensor lampu, air, AC, listrik yang memungkinkan listrik terputus otomatis bila penghuni pergi atau sedang tidak digunakan.

Selain itu, pemanfaatan energi listrik yang tidak berasal dari sumber daya alam, contoh memanfaatkan energi sel surya (solar cell ) atau gas bumi, dapat mengurangi perusakan alam akibat polusi dan eksplorasi. Dan, kini sudah banyak penemuan yang hemat energi seperti lampu taman atau pemanas air yang menggunakan sel surya.

Hemat Air

Rumah ecodesign sebaiknya membuat pula sistem pengelolaan air yang tidak terlalu membuang air yang masih bisa dimanfaatkan. Pengelolaan air yang efisien ini tentu berdampak langsung terhadap lingkungan. Bila beberapa orang mengatakan adanya sumur resapan, water treatment , wastafel sensor, bio septic tank dan dual flush closet merupakan ciri dari rumah ecodesign , memang tidak salah.
Lima elemen ini memang merupakan unsur yang dapat digunakan dalam pengembangan pronsip eco-living bagian air. Namun yang utama adalah mengubah dari pola hidup penghuninya, salah satunya menanamkan prinsip menghemat penggunaan air. Dan, bila Anda merasa yang rumah sekarang tidak memenuhi konsep ecodesign , mulailah eco-living dengan menjalani gerakan cinta lingkungan.

Foto: Dokumen Parameter Architecture

Agar Tak Tertipu Iklan Eco-Living

Sebenarnya rumah ecodesign memiliki dua kunci pokok yang harus dipenuhinya. Pertama, secara teknis rumah berkonsep sehat secara kaidah hunian ideal. Kedua, rumah menunjang pola hidup ramah lingkungan para penghuninya. Namun tak semua pengembang memenuhi syarat tersebut. Agar tak salah memilih rumah eco-living, berikut tips dari Ir. Nirwono Joga, MLA.

1Pilih pengembang yang kredibel saat akan membeli rumah. Pengembang kredibel tidak akan sembarang menyantumkan eco-living karena menyangkut reputasi.

2Tinjau bangunan hingga ke lokasi. Bisa jadi rumah yang terealisasi tidak seperti gambar brosur.

3Perhatikan komposisi ruang hijau dan bukaan, serta pemenuhan konsep hemat energi. Bila perlu, pastikan sistem pengolahan buangan air maupun sampah.

4Perhatikan material bangunan, pastikan mereka menggunakan material ramah lingkungan. Namun tak semua material ramah lingkungan harus dari luar negeri, lebih baik mengambil produk lokal bila mengingat proses pengiriman bisa menyumbang polusi.

Menanam Cabai Harga Tinggi? Tanam Sendiri (1)

Foto: Getty Images

Sudah saatnya memikirkan kiat hemat menanam cabai di halaman rumah. Tak perlu lahan luas, pemeliharaan pun tak rumit.

Menjelang bulan puasa, para Ibu dikagetkan dengan harga cabai yang melambung tinggi, mencapai Rp 38 ribu per kilogram! Ini adalah imbas gagalnya panen petani cabai di beberapa daerah. Padahal banyak orang terbiasa menyisipkan cabai di menu hariannya.

Inilah saatnya menanam cabai sendiri di halaman. Tak perlu lahan yang luas kok, cukup dengan berdiameter pot 30-50 cm dan perawatan tak sulit. Anda sudah dapat memanen cabai segar dari kebun sendiri. Dan, hampir semua jenis cabai mudah dikembangkan dari pot.

“Pada dasarnya semua cabai bisa dipotkan, kok! Perawatannya juga relatif mudah,” ungkap Suwarno , kepala toko tanaman dan alat pertanian Trubus di Jakarta.

Foto: Getty Images

Beli Bibit Terstandar

Sebelum memutuskan menanam cabai, pelajari dahulu jenis-jenis cabai. Setelah diputuskan, kemudian carilah bibit tersebut dari toko suplier alat pertanian atau pusat penjualan tanaman.
Jangan menanam bibit yang didapat dari membeli cabai di pasar. Suwarno menyarankan untuk membeli bibit yang sudah tersedia dalam amplop tersegel. Bibit cabai ini sangat menentukan ketahanan fisik, kualitas tanaman dan hasil yang didapat.
“Kalau menanam biji cabai sendiri, khawatirnya akan keriting tumbuhnya. Karena bibit itu kan, juga bisa terserang jamur atau penyakit sebelum ditanam,” ungkapnya menjelaskan.

Selain memilih bibit dengan standar kualitas biji, pilih pula kemasan bibit berstandar. Pilih yang bersertifikasi departemen pertanian, sehingga dipastikan telah memiliki kualitas minim risiko gagal bertumbuh.
Setelah pemilihan bibit, selanjutnya siapkan media tanam berupa pupuk kandang matang dan tanah biasa dengan perbandingan 1 : 1.

Tanam bibit cabai dalam potray atau polybag kecil (diameter 5-7,5 cm), letakkan di bawah penutup atau paranet hingga mendapat sinar matahari 70 persen saja. Setelah berusia 1 sampai 2 bulan, pindahkan ke pot plastik ukuran diameter 15-20 cm. Pemindahan tanaman sebaiknya dilakukan ketika mendung atau sore hari agar tanaman tidak stres.

Foto: Ahmad Fadilah

Pupuk Tepat

Pada saat tanaman berumur satu bulan, berikan NPK komposisi berimbang (16:16:16) dosis ½ dari takaran. Setelah tanaman bercabang dan kokoh, baru dapat diberikan pupuk dengan dosis penuh. Dan setelah dipindahkan ke pot, tanaman perlu diberikan pemupukan lebih intensif serta mendapat terik matahari penuh.

Beberapa referensi juga menyebutkan, tanah untuk tanaman cabai sebaiknya diberikan tambahan TSP dan Urea. Caranya, sebelum tanaman dipindahkan ke pot atau ladang, campur media tanam dengan TSP dan Urea perbandingan, 1 karung pupuk kandang: 1 kg TSP : ¼ kg Urea. Campuran ini diperam selama 20 hari lalu dicampur dengan tanah biasa. Komposisi ini menghasilkan tanah yang gembur dan kaya humus sesuai dengan kebutuhan tanaman cabai. Seminggu sebelum tanam, campuran tadi sudah diaduk dengan tanah dan ditempatkan di pot-pot.

Sedangkan pada saat menanam, jangan lupakan styrofoam atau kerikil di dasar pot sebagai drainase. Tanaman cabai lebih menyukai kondisi media tanam yang tidak terlalu lembap serta memiliki pH 5-6. Dan, jangan menanam terlalu banyak pohon dalam satu pot. Cukup 1-2 batang pohon untuk pot diameter 15 cm.

Untuk perawatan, lakukan pemupukan dengan cara siram atau kocor sekitar 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Pada dasarnya tanaman ini hanya memerlukan panas matahari penuh dan tanah yang kaya hara. Umumnya setelah 2,5 bulan, cabai akan mulai produksi hingga habis. Setelah 5-6 bulan, tanaman sudah tidak produktif atau mati.
Agar produksi maksimal, lakukan pengurangan cabang yang tidak berguna, seperti cabang yang ada di bawah cabang air.

Ecodesign: Asri di Tengah Polusi (1)

Foto: Dokumen Parameter Architecture

Akhir-akhir ini, tren hunian bergeser pada konsep ecodesign, namun tak semua benar-benar menerapkannya. Padahal bila diterapkan benar, hunian eco-living banyak memberi manfaat baik pada lingkungan maupun penghuninya. Yuk, tengok konsep ecodesign berikut!

Dunia properti selalu berevolusi dari tren ke tren. Kalau dahulu kita banyak disuguhi konsep hunian minimalis, kini banyak pengembang menawarkan hunian berkonsep eco-living .

Apa sebenarnya hunian ecodesign itu?

Bila ditilik sekilas, tidak ada sesuatu yang nampak berbeda antara hunian ecodesign dengan hunian modern biasa. Ya, hunian ramah lingkungan ini hanya bisa dirasakan berbeda ketika sudah ditinggali.
“Pada dasarnya, prinsip ecodesign adalah suatu keberlanjutan dari ekosistem itu sendiri. Di mana elemen-elemen ekosistem seperti air, udara, manusia dan lainnya memberi manfaat pada penghuni!” papar Ir. Nirwono Joga, MLA , yang akrab disapa Yudi, penggiat arsitektur hijau yang juga koordinator Peta Hijau Jakarta .

Ruang Hijau Seimbang

Yudi pun menjelaskan, untuk memenuhi standar rumah berkonsep ecodesign , setidaknya harus memenuhi 5 syarat. Namun syarat yang utama, dihadirkannya ruang hijau dalam komposisi rumah. Untuk itu perlu diupayakan sebisa mungkin ruang yang terbangun menyediakan ruang hijau dengan komposisi yang seimbang. Idealnya, disediakan sekitar 30-40 persen ruang hijau yang tersebar. Misalnya, dipecah pada bagian depan, belakang dan tengah/ dalam rumah.

Semakin besar atau luas ruang hijau yang ada, tentu akan semakin baik.

Ruang hijau ini pun sebaiknya diletakkan secara merata pada denah rumah. Bila perlu, rencanakan dahulu ruang hijau ini, baru rancangan rumah diselesaikan dengan bangunannya secara keseluruhan.

Pentingnya Pohon

Pada ruang hijau ini sebaiknya ada pohon yang teduh, berbatang keras dan berdaun lebat seperti pohon mangga, rambutan, belimbing, atau kelengkeng. Pohon jenis ini lebih banyak memberi manfaat ketimbang pohon kecil, semak, rumput maupun palm .

Mengapa pohon? Karena pohon mampu menyerapkan air melalui akar-akarnya. Selain itu, pohon berdaun lebat mampu menyuplai oksigen lebih banyak dan memberi iklim mikro sekitar rumah menjadi lebih dingin.

“Kalau rumah yang kurang pohon, cenderung lebih panas suhu dalam ruangannya sehingga orang masih menggunakan AC (air conditioner ) lagi, itu kan tidak ramah lingkungan. Selain itu, kalau ada pohon yang teduh, orang tidak keberatan membuka jendela sehingga ada aliran udara yang sejuk dalam ruangan,” ungkap Yudi menjelaskan alasannya.

Untuk komposisi pohon dalam ruang-ruang hijau, menurut Yudi, tidak ada batasan penanaman pohon. Intinya, menyesuaikan fungsi dan komposisi rumah. Selain proporsional, pemilihan jenis tanaman sebaiknya juga disesuaikan dengan konsep rumah yang dianut.

Aliran Udara Tetap Lancar

Prinsip kedua rumah ecodesign , upayakan udara mengalir dalam ruang dengan baik. Rencanakan lubang-lubang ventilasi secara tepat pada ruang-ruang. Perhatikan pemosisian lubang-lubang ventilasi, misalnya, posisikan lubang ventilasi berseberangan dengan pintu, jendela, atau lubang ventilasi lainnya. Dengan demikian udara dapat mengalir lancar.
Akan lebih baik lagi bila sirkulasi udara ini memasukkan udara dari taman yang lebih kaya oksigen dan menyejukkan.

Buka Puasa Bersama, Tata Eklektik Prasmanan Cantik

Foto: Adrianus Adrianto

Buka puasa bersama seakan menjadi acara wajib ketika bulan Puasa tiba. Giliran rumah Anda yang disambangi, jangan lupa menata meja dengan cantik. “Curi” saja ide ini!

Penataan meja makan saat mengadakan acara yang melibatkan banyak orang memang butuh persiapan ekstra. Nah, dengan makin dekatnya bulan puasa, sudah pasti acara semacam buka puasa bersama ikut ramai.

Jika Anda sibuk dan tak sempat untuk membeli dekorasi, gunakan saja piranti dan barang-barang yang ada di rumah. Padupadankan dengan pintar seperti meja jamuan bertema eklektik cantik ini. Kolaborasi gaya etnik, victorian dan modern (padahal memakai yang ada di rumah, lho) hasilnya tak kalah cantik.

Terpikat Taplak Brokat

Yang paling mendasar dalam menata meja adalah bagaimana memberikan sentuhan baru untuk meja yang sehari-hari sudah sering dipakai. Jawabannya adalah berikan taplak yang mumpuni.

Materinya bisa apa saja, tak harus taplak meja berukuran baku. Cobalah bereksperimen dengan lembaran kain, seprei atau apa pun yang bisa Anda jahit sendiri. Tak perlu ragu, jadilah sosok kreatif yang mampu menghadirkan penataan yang dramatis.

Ingat, taplak meja bisa mempengaruhi mood yang hendak dibangun, lho!

Pada table setting ini digunakan kain brokat yang biasa dipakai untuk kebaya. Warna mencolok seperti hijau dan jingga dengan kerlip memukau langsung membuat meja tampil lain dari biasanya.

Tak perlu takut untuk menggunakan dua kain berbeda seperti pada table setting ini. Malah, tidak apa-apa jika guntingannya terkesan tak rapi, karena hasil akhir yang diinginkan adalah kesan natural. LIhat saja, hasilnya menawan, kan?

Foto: Adrianus Adrianto

Tak Asal Tumpuk

Piring, gelas, sendok, dan garpu juga bagian penting dalam menata meja. Pada table setting ini sengaja dipakai piring-piring dengan ukuran dan warna berbeda. Padukan apa yang dimiliki, kumpulkan dalam konsep tabrak gaya dan warna dengan selaras. Beri benang merah lewat warna, pada table setting ini, tone warna yang digunakan adalah cokelat, jinggga, dan hijau.

Setelah semua piranti terkumpul, tumpuk piring yang ukurannya sama. Taruh di sisi kiri dan kanan, sesuai sajian yang dihidangkan. Pun dengan mug dan gelas. Ini bisa mengakali ukuran meja yang kecil. Di atas mug, simpan placemate dari anyaman rotan.

Kalau yang tersedia di rumah hanya porselen China, jangan kecil hati. Justru, porselen ini merupakan pasangan yang paling pas bila disandingkan dengan hidangan apa saja. Yang sederhana sekalipun akan tampil sempurna dan terasa nikmat bila disajikan dalam keramik bergaya country.

Warnanya yang putih nan anggun akan membuat hidangan apa saja tampil istimewa, selain tidak menimbulkan konflik warna dengan hidangan itu sendiri. Strategi ini juga memungkinkan Anda membuat padu-padan meski kelak keluarga sudah bertumbuh ataupun barang pecah-belah tersebut sudah pecah dan perlu diganti.

Modifikasi Piranti

Masih banyak yang bisa dilakukan Nyonya Rumah untuk memeriahkan acara buka puasa bersama kerabat. Salah satunya adalah dengan memodifikasi fungsi piranti.

Table setting ini menggunakan talenan kayu sebagai wadah kue basah dan jajanan pasar. Antara talenan satu dengan yang lainnya disangga mangkuk transparan.

Lalu nampan dipakai sebagai wadah satai ayam yang telah dialasi daun pisang. Sementara nasi begana yang sudah dibungkus disimpan dalam colander berwarna jingga. Dan, wadah bambu untuk dimsum dialihfungsikan sebagai tempat lontong yang sudah dipotong. Pencuci mulut berupa buah bisa disimpan dalam vas tinggi. Ide-ide ini praktis namun manis, kan? Selamat mencoba, Bu!

Foto: Adrianus Adrianto

Agar Meja Jamuan Tampil Cantik

Kalau Anda tengah bersiap-siap menjadi nyonya rumah untuk jamuan makan duduk, berikut sejumlah tips yang perlu diperhatikan agar bisa menyiapkan meja jamuan yang cantik.

1Belilah tambahan mangkuk-mangkuk sup mengingat fungsinya yang amat beragam. Selain untuk wadah sup, mangkuk jenis ini juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat salad, mangkuk penahan rangkaian lilin, piring saji, mangkuk camilan dan sebagainya.

2Mug beling dan gelas anggur berukuran besar amat cocok digunakan saat jamuan makan nonformal. Apa pun minuman yang dihidangkan, dari air putih sampai soda, minuman ringan sampai jus cranberry, bisa disajikan di dalamnya. Bahkan memunculkan perasaan istimewa saat menggunakannya.

3Masukkan aspek warna ke dalam penataan meja lewat serbet makan yang terbuat dari kain. Salah satunya dengan memasukkan 2 serbet makan yang memiliki warna atau corak berbeda ke dalam sebuah cincin serbet. Hasilnya? Anda akan mendapatkan aksen menarik hanya dari benda-benda sederhana.

4Bunga segar selalu cantik bila ada di atas meja. Jangan lupa untuk menyesuaikan ukurannya agar senantiasa masuk akal. Kalau terlalu rimbun, contohnya, tentu malah menyulitkan atau menghalangi sesama tamu untuk saling berkomunikasi dan berpandangan. Ingat, peran dominannya sebagai centrepiece dan bukannya penghambat komunikasi.

5Hidangan penutup bisa tampil beda dalam hal gaya dan berat bila disajikan menggunakan porselen. Mangkuk sup, contohnya, bisa digunakan sebagai wadah dessert bila sajian penutupnya adalah es krim atau hidangan sejenis yang dikeluarkan segera setelah selesai makan. Semakin menarik wadahnya, orang akan semakin cenderung untuk tidak memperhitungkan kandungan kalorinya. Semacam pembenaran diri? Mengapa tidak, bukankah kita hidup hanya sekali?

6Bila menyajikan kopi, ciptakan mood tamu dengan menggunakan mug lucu-lucu buatan Perancis, cangkir elegan yang terbuat dari porselen China, atau justru mug yang amat sederhana.

Gengsi Sinom dengan `Jamu Rupo Londo`

Harga sebuah ide memang mahal. Kerapkali seseorang bisa menangguk penghasilan besar karena berjualan ide. Itulah yang dilakukan Mahar Ayu Kaparing Dana, 21, warga Perumahan Wisma Sarinadi Sidoarjo. Di tangannya, minuman tradisional sinom berubah jadi minuman modern berkelas, tak kalah dengan minuman-minuman ringan buatan pabrik.

“Insprasi bisnis sinom muncul saat saya sering melihat pakde saya berjualan jamu,” kata Mahar, saat berbincang dengan Surya pekan lalu. Ceritanya, Mahar kerap melihat botol sinom dipasang berjejer dengan botol jamu lainnya. Bagi penjual jamu tradisional, biasanya sinom disuguhkan gratis setelah seorang pembeli meminum jamu yang dipesannya. Fungsinya mirip `pencuci mulut`, yakni agar lidah tak terasa pahit usai minum jamu.

Melihat itu, timbul ide Mahar. Dia berangan-angan minuman berbahan baku asam jawa dan daun pohon asam ini bisa sepopuler minuman ringan atau soft drink, dan bahkan bisa dikemas modern dan berkelas. Ia sengaja memilih sinom karena sejumlah minuman lainnya, misalnya sari kedelai dan teh, sudah banyak diproduksi secara modern dan disajikan sebagai soft drink, yang bahkan bervariasi.
“Terus, saya pikir kenapa tidak sinom,” kata Mahar menimbang-nimbang saat hendak memulai usahanya itu, dua tahun lalu.

Niat menaikkan gengsi sinom yang semula kelas tradisional menjadi minuman modern pun mendapat peluang. Pada tahun 2008, Mahar mengirimkan proposal wirausaha yang diminta kampusnya, STIE Perbanas Surabaya. Proposal usaha membuat minuman simon itu disetujui, dan modal sebesar Rp 1 juta pun didapatnya.

“Saya lalu coba jualan sinom yang saya ramu sedemikian rupa dengan aneka rasa tambahan sehingga tidak cuma satu jenis rasa. Pertama, saya coba berjualan saat ada acara di sebuah
SMA di Sidoarjo,” ungkapnya.

Selama tiga hari berjualan di sekolah itu, Mahar meraup omzet Rp 2, 5 juta. Separo dari penghasilan itu merupakan laba meskipun dia sebetulnya tidak bikin sendiri sinom tetapi kulakan dari pakde-nya, Subiyakto, yang membuka usaha jualan jamu di sejumlah lokasi di kawasan kota Sidoarjo.

“Ambil di pakde seharga Rp 500 per gelas sinom, lalu saya jual Rp 2.500 per gelas. Harga dari pakde murah karena sebetulnya gelasnya hanya untuk takaran. Tidak beli sekalian gelasnya. Nah, saya jual lebih mahal selain untuk ambil untung, juga karena saya menyediakan gelas plastik dan sedotan,” kata Mahar.

Karena jualan lancar dan untung mengalir, Mahar keranjingan. Dia lalu berjualan sinom dengan membuka outlet di Royal Plaza Surabaya, sejak Januari 2009 lalu. Di sebuah stan gerobak yang dijaga dua cewek, sinom Mahar pun dijajakan. Demi meraih lebih banyak pembeli, tambahan rasa sinom pun dia ciptakan beraneka. Sinom mal itu pun dia beri label J`rols yang merupakan singkatan dari jamu rupo londo.

“Kini saya membuat sendiri sinom yang saya jual,” cetus mahasiswa Semester VI enam jurusan Manajemen Pemasaran STIE Perbanas ini.

Saat ini, untuk produksi sinom, Mahar dibantu seorang pekerja. Ditambah dua penjaga stan J`rols berarti usaha Mahar kini diperkuat tiga personel.
“Gerobak atau rombong jualan, saya desain sendiri dan kemudian memesan ke pembuatnya,” kata anak pasangan Mahardono, 53, dan Ny Sugihartatik, 46.
Apa keunggulan sinom J’rols ini?

Mahar menyebut, terletak pada rasanya. Selain berasa khas sinom yang asam-manis, minuman yang dibuatnya itu juga tersedia dalam sejumlah pilihan rasa, yang disebutnya fruit sinom karena berasa buah-buahan. Misalnya jambu, stroberi, dan leci. “Kalau bosan dengan rasa sinom yang biasa, bisa mencicipi sinom dengan variasi rasa yang lain,” katanya setengah berpromosi.
Mahar menyadari, potensi bisnis sinom yang cukup besar bisa mengundang orang lain untuk meniru usahanya. Padahal, secara umum persaingan bisnis minuman, apalagi minuman ringan (soft drink), kini sudah ketat.

Karena itu, dia mencoba memfokuskan bidikan pasar ke kampus dan sekolah lewat kantin-kantin. Sedangkan untuk mempopulerkan J`rols, Mahar aktif membuka stan saat ada pameran atau event di sekolah atau kampus.

“Saya sekarang menjadi anggota Asosiasi Pedagang Event (APV). Jadi jika ada sebuah event, saya sudah siap untuk berjualan di sana,”katanya.
Omzet berjualan dalam sebuah event cukup menggiurkan. Dalam suatu event, dia kerap bisa meraup pendapatn Rp 5 juta selama lima hari atau sehari Ro 1 juta.

“Kalau dihitung, itu setara dengan simon sebanyak 60 liter,” katanya. Keuntungan bersih yang bias diraihnya dalam penjualan di suatu event bisa 50 persen dari harga jual sinomnya.
“Itu sudah saya kurangi untuk honor pekerja, yang per orang saya bayar Rp 50.000 sehari selama pameran,” urai Mahar.

Ke depan, karena J`rols mulai dikenal, ia akan segera mendaftarkan produknya ke Dinas Kesehatan dan mengupayakan hak paten. “Kalau ini terwujud, saya akan kembangkan bisnis ini dengan sistem waralaba,” katanya.

Busana Muslim, Hasil Sepanjang Musim


Ajine Rogo Soko Busono, ungkapan bahasa jawa yang bermakna bahwa wibawa atau performa seseorang berasal dari pakaian yang dikenakan. Tapi bagi wanita, penampilan seseorang dengan busana yang dikenakannya, justru lebih dari sebatas ungkapan tersebut.

Seperti mode busana pada umumnya, tren busana muslim juga tergolong cepat. Saat ini, model busana muslim makin bervariasi, termasuk bahan dan aksen yang digunakan. Ini pula yang membuat pasar produk ini terus berkembang.

Produsen banyak bermunculan. Mereka memproduksi busana dengan sulam bordir, sulam pita, lukis, payet hingga manik-manik. Namun tentu pembeli akan memilih produk yang kreatif dan beda.
“Bingung, banyak pilihan dengan model baru-baru. Bagus-bagus lagi,” ujar Eka Viryana, sambil membolak-balik beberapa busana muslim yang dipajang di salah satu gerai di Royal Plaza Surabaya, Kamis (6/5).

Ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan karyawati salah satu perusahaan periklanan di Surabaya ini dengan perkembangan tren busana muslim. Selain memiliki banyak koleksi, juga membuatnya kian percaya diri dalam berbusana.
“Bahannya juga banyak pilihan, mulai bahan kaos, chiffon, hingga katun. Harganya murah-murah. Kalau ingin yang eksklusif, tak sulit memesan sendiri ke produsen. Saat ini cukup banyak,” urai Ana, panggilan akrab Viryana.

Ana adalah salah satu dari sekian banyak konsumen busana muslim. Menawarkan tren dan sesuatu yang beda, memang kini dicari konsumen. Itu pula yang membuat kalangan produsen berlomba-lomba menciptakannya.

Seperti yang dilakukan Oky Mia Octaviany. Produsen busana muslim merek by ‘Oky dan Jiddan’ ini sadar betul, ada sebagian wanita yang tidak menyukai memakai busana yang banyak dijual di pasar.
“Oleh karena itu, saya lebih menawarkan eksklusivitas. Selain kualitas bahan, jahitan yang halus dan rapi juga menentukan, sehingga produk saya nyaman dipakai,” kata Oky yang menggeluti usaha busana muslim sejak dua tahun lalu itu.

Bahan yang dipilih Oky cukup beragam, mulai bahan kaos, katun, corduroy, siffon, hingga jins. Baginya, bahan yang dipilih disesuaikan dengan momen dan kenyamanan penggunanya. Bahkan saat ini, tersedia busana muslim lukis, baik untuk pesta maupun santai.

“Untuk lukis, sengaja saya buat limited, sehingga tidak berkesan ‘pasaran’. Bahkan bila pelanggan meminta gambar/lukisan yang eksklusif, saya juga dapat menyediakan,” ungkap wanita kelahiran 12 Oktober 1971 ini.

Meski begitu, bukan berarti ia menutup rantai pemasaran. Pasalnya, produk Oky juga bisa dibeli melalui sistem keagenan, selain dijual secara ritel di salah satu gerai di Royal Plasa dan Jembatan Merah Plasa.
Dengan 13 tenaga kerja yang dikerahkannya, Oky mampu memproduksi sekitar 20-35 baju setiap harinya. Harga yang dipatok cukup terjangkau mulai Rp 35.000-300.000 per piece.

Sementara untuk menciptakan rasa penasaran konsumennya, Oky berusaha konsisten dengan menciptakan sedikitnya dua desain baru setiap minggu untuk masing-masing merek.

“Semua saya kerjakan sendiri, dan belum berniat memakai designer orang lain. Karena saya merasa bebas dalam berkarya, dengan hasil rancangan pribadi,” ulas Oky yang mengaku rata-rata bisa membukukan omzet penjualan Rp 5-10 juta per bulan.

Soal segmen pasar, ia lebih memilih mewadahi semuanya, baik itu remaja, ibu muda, hingga wanita dewasa. Ia pun berkeyakinan, sampai kapanpun busana muslim tetap banyak peminatnya.
“Karena setiap wanita ingin tampil cantik dan menarik, busana adalah salah satu penunjang penampilan wanita yang utama,” imbuh Oky.

Butuh Telaten
Lain Oky, lain pula Faiz Yunianti. Pemilik Faiza Bordir di Bangil, Pasuruan ini, terus bertahan dan mampu mengembangkan usaha bordirnya hingga sekarang.

“Pakaian, bagi seorang wanita memiliki nilai yang sangat berarti untuk penampilannya, agar dapat tampil anggun, dan elok. Kalau sudah seperti itu, tidak makan tidak masalah, yang penting tampil ayu,” kata Faiz, Kamis (6/5).

Bahkan, seiring perkembangan zaman, Faiz tidak lagi sebatas membuat pakaian wanita dan busana muslim saja. Tetapi mulai menggarap jilbab (kerudung) bordir, mukena bordir, sepatu bordir hingga penghias peralatan rumah tangga.

Penggemar bordir pun tidak hanya kaum Hawa saja. Faiz paham betul bahwa kaum Adam kini gemar berdandan dan ingin tampil modis di berbagai kesempatan. Karena itu, ia juga memproduksi baju biasa hingga baju koko bermotif bordir.
“Makanya tidak heran jika industri bordir meski mengalami pasang surut karena kondisi perekonomian dan lainnya, tapi terus berkembang dari hari ke hari,” tutur ibu dengan tiga anak yang sudah beranjak dewasa.

Faiz menggeluti usaha bordir sejak 1997 dimulai dari rumahnya di sebuah gang di depan tokonya. Modal yang dimiliki hanya dari hobi membuat design untuk pakaian yang dikenakan sendiri.
“Ternyata dari design itu, banyak teman yang pesan. Setelah itu semakin saja pesanan yang datang hingga saat ini,” jelas Faiz, yang kini telah beromzet ratusan juta per bulan dan memiliki 100 karyawan tetap dan borongan untuk mengerjakan pesanan.

Semenjak memulai usahanya, Faiza semakin rajin memanfaatkan berbagai momentum, seperti pameran di dalam negeri hingga di mancanegara. Berkat pameran yang diikutinya, ia akhirnya memiliki banyak kenalan dan menjalin koneksi dengan designer terkemuka, seperti Ghea Panggabean.
Walhasil, sejumlah pesanan busana untuk para elit juga ditanganinya. Otomatis harga busana pesanan bisa mencapai Rp 4 juta. Namun ibu dari Inaz, Faris Noval dan Raihan ini, juga tetap memperhatikan kebutuhan wanita kelas-kelas kebanyakan.

“Kalau di toko, harganya bervariasi mulai dari Rp 90.000 hingga Rp 1,5 juta. Tapi untuk pesanan khusus, harganya lebih mahal. Sebab, selain bahannya mahal, untuk pengerjaan juga tidak sembarangan dan dibutuhkan ketelatenan,” urai istri dari A Tabroni ini.
Namun sejak terjadi luapan Lumpur Porong, usaha Faiza sedikit surut. “Saat ini saya fokus melayani permintaan dalam negeri. Saya tidak bernafsu melayani ekspor karena ribet dengan berbagai dokumen yang harus diurus,” pungkas Faiza. dio/kur

Iseng-iseng Berbuah Pesanan hingga Hongkong


Rizki Rahmadianti, Pengusaha Jilbab ‘Ananda’ Rizhani
SURABAYA - SURYA-
Bisnis aneka jilbab semakin menjamur. Tidak seperti lima tahun silam, bisnis ini kian menggurita. Mulai pelosok gang hingga rumah gedongan, semua menggarap bisnis ini. Untuk skala kecil, bisnis ini memang tak perlu modal banyak.

Bagi Rizki Rahmadianti, 33, bisnis besarnya memproduksi jilbab dengan merek dagang Ananda berawal dari iseng-iseng. Kala itu ia masih bekerja sebagai teknisi di sebuah stasiun televisi swasta nasional.
“Waktu itu saya cuma iseng ingin buat sesuatu yang unik. Kebetulan saya suka menyulam. Akhirnya saya coba menyulam di jilbab. Modalnya cuma Rp 300.000. Hasilnya saya tawarkan di ibu-ibu pengajian di sekitar rumah,” ujar sulung tiga bersaudara ini, Rabu (5/5).

Responnya menggembirakan. Sejak 2003 itulah ia melayani pesanan. “Saya bikin sample lalu saya tawarkan dan direspons. Iseng-iseng juga saya bikin website www.rumahjilbabananda.com lho kok langsung ada permintaan 200 biji dari Jakarta. Saya betul-betul surprised! Mereka bahkan berani bayar di muka,” kenang Rizki.

Alumnus Teknik Elektro Universitas Brawijaya ini pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menyanggupi meskipun jumlah tenaga yang ada sangat terbatas. “Promosi lewat online kalau display-nya bagus memang manjur. Saya pakai model keponakan dan saudara, tidak pakai manekin. Editing photoshop-nya saya maksimalkan,” imbuh ibu dua anak ini.

Saat ini, ia tak cuma menyulam jilbab tapi sekaligus memproduksinya di kawasan Rungkut Barata VI. Jumlah agennya mencapai 30 tersebar di pelosok nusantara. Jumlah karyawan tetapnya 10 orang, karyawan tidak tetap mencapai 50 orang.

“Awalnya saya sudah bisa jahit tapi jahit lurus. Belajar jahit jilbab, dari jilbab yang saya beli di Royal lalu saya bongkar dan saya pelajari. Desain aplikasi pita dan benang sulamnya saya create sendiri,” jelasnya.

Kini, usahanya sudah berkembang tak sebatas jilbab tapi baju berbahan kaos untuk busana muslim, ukuran dewasa wanita dan anak-anak. “Itu juga karena permintaan agen,” ucapnya. Untuk memperdalam ilmunya, Rizki juga menempuh pendidikan mode di Susan Budihardjo.
Rizki kini bisa memproduksi jilbab rata-rata 3.000 potong per bulan, sedangkan kaos busana muslim bisa 200 potong per bulan. Bahan jilbabnya kaos rayon, spandex sutra dan paris, sedangkan bahan baju busana muslim kaos katun.

“Memasarkan produk sebetulnya menjadi hal yang lumayan sulit. Dulu saya memasarkan ke toko-toko tapi hasilnya kurang bagus. Saya jual seharga Rp 20.000 per biji mungkin dianggap kemahalan dan kalah dengan jilbab-jilbab dari Gresik

Akhirnya, ia menjual dengan sistem agen melalui jaringan online. Jualan melalui distributor dan agen, diakuinya, lebih menguntungkan. Memang harga jualnya tidak bisa murah karena distributor pasti minta potongan, dari distributor ke agen juga pasti minta potongan.
“Kalau jual Rp 15.000/potong maka keuntungan cuma saya yang dapat, sedangkan distributor dan agen akan sulit dapat margin,” jelas Rizki.

Ia pun membuat daftar harga tetap untuk setiap model, dan memberikan diskon tertentu untuk pembelian dengan nilai tertentu. “Diskonnya tidak per potong tapi per jumlah pembelian. Misalnya kalau pembelian minimal Rp 6.000.000 akan mendapat diskon sampai 40 persen, kalau pembelian Rp 200.000 diskonnya cuma lima persen,” katanya.

Selain menggali pasar domestik, tahun ini ia berencana meningkatkan ekspor. “Permintaan ke Hongkong sudah ada. Mungkin nanti saya akan jajagi ke Malaysia dan kantong-kantong TKI lainnya. Untuk mengembangkan pasar ekspor, saya minta difasilitasi Disperindag Jatim melalui P3ED,” ujarnya.
Orderan yang berjalan sejak 2003 sampai 2010 meski naik, namun mengalami pasang surut. Terlebih lagi akhir 2009 ketika semakin banyak pemain di bidang yang sama.

“Permintaannya mulai stag di 2009, bahkan awal 2010 orderan menurun. Tapi terus saya siasati dengan membuat desain yang inovatif,” ungkap Rizki.

Sayangnya, usaha jilbab merek Ananda ini gagal mendapatkan hak paten karena pengusaha di Bekasi lebih dulu memakai merek ini. “Akhirnya saya ganti Rizhani. Mengganti merek ternyata memengaruhi penjualan. Saya seperti mulai dari nol lagi, meski ada sebagian pelanggan yang sudah loyal dengan produk saya,” pungkas Rizki, yang setiap bulan bisa meraup omzet Rp 60-70 juta dengan keuntungan 20 persen.

Inovasi Melukis Tanpa Batas

Apresiasi lukisan bisa menggunakan media apa saja. Di era sekarang ini, kreativitas dari diri seniman pun mulai bermunculan dengan menghadirkan inovasi-inovasi yang tanpa batas.
Demikian dilontarkan pengamat seni lukis Cak Kandar, saat dimintai komentarnya, Jumat (9/4) malam. “Bandingkan 10-20 tahun lalu silam, kalau yang namanya melukis ya medianya kanvas yang dibingkai. Apapun aplikasinya, yang penting kalau melukis ya batasannya seperti itu,” ujar mantan pelukis bulu ayam ini, Jumat (9/4).
Namun, saat ini medianya sudah sangat bervariasi. “Seniman mengapresiasi dirinya lewat lukisan bisa menggunakan media apa saja. Uniknya, para penikmatnya selalu ada. Ini yang namanya kreatif dan inovatif,” imbuh pria 63 tahun ini.
Tema-tema yang disuguhkan pun semakin beragam dan bahkan menyiratkan muatan-muatan tertentu. Sekarang ini hampir tidak ada batasan aliran dalam seni rupa.
“Kalau dulu masih jelas bagaimana aliran realisme, ekspresionisme, surrealisme, maka sekarang batasan itu sudah tidak ada. Semua aliran digabung jadi satu dan melahirkan aliran-aliran baru yang kontemporer,” jelas pelukis asli Surabaya ini.
Kecenderungan tren yang mulai berkembang, melukis tidak hanya dari bahan kanvas berbingkai, tapi juga bisa di batu, kaca, pakaian, hingga kertas bambu jepang.
“Apapun bentuk dan media lukisannya, selama itu mengandung unsur estetika, artistik dan filosofis tentu akan selalu diminati,” ujar Cak Kandar.
Ke depan, media yang dipakaipun akan terus dikembangkan. “Seni lukis sudah menjadi seni rupa. Kalau dulu seni lukis adalah cabang dari seni rupa, maka sekarang seni lukis menjadi seni rupa. Gagasan-gagasan seni lukis itu lahir dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi,” pungkasnya. ame

Meraup Rupiah dari Sapuan Kuas

Lukisan tidak hanya merupakan produk seni rupa yang bernilai estetika, yang cuma bisa dinikmati. Melalui beragam media lukis, mulai kertas tulis, kertas film, kanvas, aneka jenis kain, baju, kebaya, mukena, tas, sepatu, patung, kaca, tembok, hingga bulu burung, hasil karya lukis ini mampu bernilai ekonomi tinggi. Mendatangkan rupiah dalam sekejap.

Seorang ibu bersama putrinya yang menginjak remaja terlihat tengah membolak-balik beberapa kaos lukis. Ny Merry, warga Sidoarjo ini sengaja datang ke sebuah workshop pelukis baju di Surabaya, untuk mengoleksi kaos lukis.
“Kami ingin tampil beda dengan lainnya, tapi tetap menonjolkan kekompakan antara ibu dan anak. Saya rasa kaos lukis ini cukup pas, meski gambarnya beda,” ujar wanita 42 tahun ini.
Ia memang salah satu keluarga penyuka seni. Selain kaos lukis, keluarga ini juga banyak mengoleksi karya-karya lukis yang diwujudkan ke media yang bukan saja kanvas, namun juga barang yang bisa dipakai sehari-hari, seperti sepatu, topi, bahkan alas mouse.“Saya suka berburu barang seperti itu, selain unik, tentu eksklusif. Karena bisa jadi gambar seperti ini hanya ada satu-satunya. Untungnya sekarang banyak outlet yang menjual,” tandas Ny Merry.
Produk yang mengeksplorasi karya lukis ke media nonkanvas dalam beberapa tahun terakhir memang booming. Kaos lukis karya Ovy Noviaridian misalnya, hasilnya telah banyak dikenal konsumen hingga luar pulau.
Ovy sengaja mewujudkan keinginan mereka yang tak mau tampil hanya dengan mengandalkan desain asli produknya. “Tak hanya baju santai, baju resmi hingga busana muslim pun sering menjadi sasaran goresan cat lukis. Kami cukup senang ketika melihat pemesan puas,” ujar Ovy, Kamis (8/4).
Bagi sejumlah seniman lukis, melukis tidak harus di atas kanvas dibalut bingkai persegi. Media apapun jadi indah dengan sentuhan seni lukis. Bagi Agus Setiawan, melukis di atas sepatu, tas dan topi ternyata bisa mendatangkan keuntungan yang kini bisa menjadi sandaran hidup.
“Awalnya, saya pelukis jalanan. Sekitar 1,5 tahun lalu, teman saya Dwi Wijayanto mengajak bergabung dan mendirikan outlet khusus produk seni lukis dengan media sepatu, topi, dan tas,” ujar Agus, Kamis (8/4).
Gayung bersambut, mereka berdua lalu membuka toko online yang menawarkan aneka sepatu, tas, topi, kaos, celana serba lukis. Publikasinya gabung di toko-toko online, bikin website khusus hingga bikin akun KakiKu Painting di facebook. Jenis lukisannya beragam, pembeli bisa order sesuai selera.
“Bisa lukisan wajah artis, batik, bunga dan aneka hiasan lain. Harga jualnya pun bervariasi tergantung tingkat kesulitan gambar yang dilukis dan jenis bahan yang diinginkan,” katanya.
Untuk bahan baku sepatu dan tas polos, biasanya order langsung dari Bandung. “Kita belinya juga melalui online. Per pasang sepatu polos harganya sampai Rp 80.000, itu belum termasuk ongkos kirim,” lanjut Agus. Tak heran harga jual ke pasar antara Rp 130.000-50.000 tergantung tingkat kesulitannya.
Diakuinya, ide melukis semacam ini berawal dari Dwi yang jalan-jalan ke Bandung. Bandung memiliki gudang seniman kreatif. Apapun bisa bernilai uang. Ide inilah yang kemudian dikembangkan mereka berdua.
Hasilnya? “Omzet per bulan cukuplah kalau buat hidup di Surabaya,” ucap arek Suroboyo jebolan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Jurusan Seni Rupa ini.
Modal awal disetor dari Dwi Wijayanto sebesar Rp 15 juta. Hasil jualan melalui online responsnya cukup bagus hingga akhirnya mereka sepakat membuka gerai outlet di Royal Plaza lantai UG dengan nama S-One. Kini, setiap bulan kalau pas ramai bisa melukis sekitar 65-100 pasang sepatu, tas dan topi. Kalau pas sepi cuma 30-35 pasang. ”Kebanyakan ordernya memang sepatu,” lanjut Dwi yang juga bekerja di salah satu perusahaan rokok ini.
“Kalau yang melukis keahlian Agus, saya bagian pemasaran dan memesan sepatu,” ucapnya. Cat yang dipakai jenis akrilik di atas sepatu atau tas berbahan kanvas atau katun tebal. Akrilik gampang lekat dan tidak luntur jika kena air.

Sandaran Hidup
Lain lagi dengan pelukis berbahan fiber Abdul Hamid. Melukis saat ini sudah menjadi sandaran hidup. “Dulu awalnya melukis cuma terima order untuk bikin lafadz Ayat Kursi, surat-surat Al Quran, serta masjid dan Kabah dari bahan fiber,” ujar pria yang membuka outlet di kawasan Gedangan ini.
Lukisan fiber ini merupakan lukisan timbul berbahan resin-fiber. Lukisannya mirip pahatan yang dibingkai. Lazimnya, perupa membuat cetakan berbahan dasar tanah liat. Setelah cetakan jadi, maka bagian luarnya dilapisi bahan sesuai selera, bisa berwarna perak atau emas.
Order lukisan fiber lafadz ternyata laku keras, ia pun mengembangkannya menjadi berbagai model. Ada cetakan patung ganesha, candi hingga pemandangan alam. “Kebanyakan yang order justru turis-turis di Bali. Saya menaruh beberapa contoh lukisan fiber di salah satu galeri seni di Bali. Dari situlah order ke manca negara terus mengalir,” kisah Hamid.

Biasanya, kebanyakan pembeli mengorder sendiri jenis lukisan apa yang akan dibuat dari bahan fiber. “Saya terima order bentuk fiber apa saja,” ucapnya. Pernah bahan fiber itu diganti bahan semen. Tujuannya agar kuat, tapi malah mudah retak dan pecah. Partikelnya terlalu padat.

“Harganya bervariasi, mulai Rp 400.000 hingga jutaan rupiah tergantung ukuran besar dan tingkat kesulitannya,” imbuh Hamid, yang dalam sebulan bisa menerima oder minimal 100 unit.

Tidak hanya dipasarkan Bali, karya Hamid juga dipasarkan di Kalimantan dan Sumatera seperti Balikpapan dan Tarakan, serta Batam. “Saya tidak ekspor langsung ke manca negara karena biayanya pasti besar sekali. Tapi saya terima order dari para turis, dari merekalah lukisan fiber saya berkeliling dunia,” jelasnya.

Modal awal yang dipakai dulu murni modal milik sendiri. “Sekitar lima tahun lalu, saya lupa persisnya yang jelas tidak pinjam bank karena syarat pinjam uang ke bank cukup rumit. Usahanya harus minimal dua tahun, sedangkan saya baru mulai menjalankan,” pungkas Hamid.

Menciptakan Inovasi Baru Bisnis Pakaian Usaha Kaos Lukis

Aktivitas melukis sudah ia geluti sejak anak-anak. Hobi ini ia lakukan baik dengan media kertas gambar ataupun kanvas. Setelah menghasilkan ratusan karya lukisan, baik yang laku terjual maupun yang jadi koleksi pribadi, Ovy Noviaridian ternyata masih `gatal`. `Rasa gatal` itu kini membuatnya masuk pada bidang bisnis baru.

“Saya orangnya `suka gatal` melihat sesuatu yang polos, seperti kaos, baju atau pelengkap busana lain. Oleh karena itu, saya coba-coba menggambar pada pakaian polos, sehingga memiliki corak,” kata Ovy yang memulai melukis pada media kaos dan kain sekitar tahun 2003.
Awalnya, coba-coba menggambar di kaos dan baju miliknya. Kemudian teman-temannya yang tahu tertarik, dan minta juga dilukiskan kaos, baju atau bahkan jilbabnya. Lama-kelamaan, Ovy pun dikenal pula sebagai pelukis kaos.

“Karena yang minta dilukiskan banyak, saya bilang `mesti bayar dong`. Ternyata, tidak ada yang keberatan,” kata Ovy.

Kini, setiap pekan Ovy bisa menerima order/pesanan lukis kaos, baju dan jenis-jenis lain pakaian sampai puluhan lembar (piece). Omzetnya bisa mencapai Rp 3 juta per bulan. Bukan nilai yang besar memang, namun kreasi yang ditelurkan Ovy jelas baru, dan inovatif. Karena itu, sebuah butik di Surabaya kini secara rutin memakai jasa Ovy untuk melukis pakaian yang dijualnya/
Menurut Ovy, melukis dengan media kain atau kaos sangat berbeda dengan melukis di atas kanvas atau kertas.

Ketika masih memulai dulu, ia tak langsung menggoreskan cat lukis ke lembaran-lembaran kain baru yang belum dijahit, namun ke baju atau kaos bekasnya yang sudah menumpuk dan tak terpakai lagi.
“Bahkan, sesungguhnya saya awalnya tak berpikir untuk melukis baju-baju bekas itu dengan gambar-gambar. Saya hanya berpikir bagaimana caranya menampilkan pakaian ini seperti baru dengan, misalnya, menyelipkan aksesori yang lebih menarik seperti ditambahi pernik-pernik bros, pita atau lainnya,” tuturnya.

Namun karena hobinya melukis, instingnya tiba-tiba seperti bergerak sendiri untuk melukis pakaian bekas itu daripada menambahinya dengan pernak-pernik aksesori. Lebih jauh, ia malah berpikir untuk melukis baju atau kaos baru, bukan yang bekas lagi.

“Eh… tatkala saya coba memberi gambar dengan motif bunga, ternyata hasilnya lumayan bagus, dan ada kesan unik. Menurut saya, selain punya nilai tambah pada baju yang dilukis, juga ada nilai seninya,” ujar Ovy.

Setelah dirasa bisa ‘ditampilkan’, Ovy pun berani menyulap baju atau kaos, bahkan celana jins yang dipakainya untuk dilukis. Ia juga membeli kaos dan baju polos lusinan untuk dilukis sebagai koleksi. Bahannya pun kian beragam, mulai katun hingga sifon yang diakuinya relatif sulit untuk digoresi cat karena mudah tembus.

Baginya, ada tantangan tersendiri bisa melukis di atas kain, karena lukisan yang ia buat tak boleh salah. “Kalau di kertas, begitu salah bisa langsung dibuang. Di kain tak bisa begitu, karena harga kain juga tidak murah,” ungkapnya.

Untuk melukis kain, wanita yang sering menggelar pameran lukis di beberapa kota ini lebih suka memilih obyek bunga. Mawar, melati, bunga sepatu, matahari dan anggrek adalah bunga-bunga yang sering menjadi obyek lukisannya, selain kupu-kupu, bahkan kadang wajah seseorang.

Sedangkan cat yang digunakan, ia mengaku biasa menggunakan acrylic atau cat poster.
Pesanan mulai mengalir dari beberapa temannya setelah melihat hasil karyanya yang tampak beda. Mereka mulai menyerahkan baju, kaos, busana muslim hingga jilbab atau kerudung untuk dilukis Ovy. Obyek gambar yang dilukis bisa datang dari pemesan sendiri, namun tak jarang diserahkan sepenuhnya ke Ovy.

“Banyak di antaranya yang meminta lukisan pada puluhan busana muslim untuk seragam pengajian. Yang rutin, saya menerima pesanan dari salah satu butik di Surabaya,” sebut ibu satu anak yang mengaku karyanya sudah dikenal hingga Jakarta, Kalimantan dan Sulawesi ini.

Uniknya, meski ia biasa menangani puluhan lembar (piece) kain lukis setiap pekan, namun Ovy selalu menanganinya sendiri tanpa bantuan seorang pekerja pun. Soal harga, Ovy mengaku tak mematok mahal. Harga hanya ditarik sebagai pengganti cat. Ia mencontohkan, untuk lukisan jilbab kaos hanya dikenakan Rp 5.000, sedangkan baju dibedakan untuk lukis depan sekitar Rp 50.000, depan dan belakang bisa dikenai Rp 75.000.

“Itu kalau bahan baju atau jilbabnya dari pemesan. Tapi kalau lukis kaos yang bahan kaosnya juga dari saya, harganya di kisaran Rp 40.000-45.000 per lembar,” sebut Ovy.

Meski hanya sekadar mengapresiasikan hobi ke media yang berbeda, namun Ovy masih memiliki obsesi bisa menggelar pameran tunggal atas produknya itu, selain juga memiliki butik tersendiri dengan karya-karyanya yang eksklusif.

Rangsang Pengusaha dengan Bunga Lunak

AKSES
Suntikan permodalan untuk mengembangkan usaha kini lebih mudah didapatkan. Sejumlah lembaga keuangan bank maupun nonbank, baik konvensional maupun syariah, berlomba-lomba menggenjot kredit berbunga murah. Sayangnya, belum semua pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) bisa mengakses informasi ini.

Kabag Strategic Relation Divisi Pembiayaan Kecil Mikro dan Produk Bank Syariah Mandiri (BSM) Dien Lukita P mengatakan, marjin pembiayaan perbankan syariah pun cukup kompetitif.
“Pelaku usaha bisa mengajukan pembiayaan langsung ke BSM atau melalui Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), BPR konvensional, serta koperasi,” kata Dien. Nilai pembiayaan yang diberikan di kisaran 70-90 persen dari taksiran nilai agunan.

BSM secara nasional kini telah melakukan linkage dengan tujuh BPR, 45 BPRS dan 3.285 koperasi. “Kita tambah plafon pembiayaan untuk BPR dan BPRS, dari realisasi per Juni 2010 sebesar Rp 158 miliar setidaknya menjadi Rp 284 miliar di akhir tahun,” imbuhnya.

Linkage dengan BPRS lebih banyak, mengingat kewenangan BPRS bisa menyalurkan kredit eksekuting dan channeling, sementara BPR hanya boleh menyalurkan kredit channeling.
“Potensi di Jatim belum tergarap secara maksimal. Untuk itu kita perbanyak kerja sama dengan koperasi-koperasi karena lembaga ini memiliki jaringan cukup banyak sampai pelosok,” timpalnya.

Penyaluran pembiayaan untuk 3.285 koperasi secara akumulatif sebesar Rp 5,3 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 1.799 adalah koperasi karyawan dengan plafon kredit Rp 4,8 triliun. Sisanya, koperasi umum termasuk baitul mal, Koperasi Serba Usaha (KSU) dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Marjin yang ditetapkan di kisaran 14,5 persen per tahun dengan tenor maksimal tiga tahun. Kalau melalui BPR, BPRS dan koperasi, bunganya bisa lebih dari itu. “Syaratnya, usaha itu harus feasible. Minimal sudah beroperasi 2-3 tahun. Agunannya bisa BPKB, kendaraan bermotor hingga sertifikat tanah,” pungkas Dien. ame

Laba Cokelat Makin Melekat


Siapa yang tak suka cokelat? Panganan satu ini memang menjadi favorit semua orang, bukan hanya anak kecil atau remaja, tetapi juga orang dewasa. Legitnya pasar ini pula yang membuat banyak masyarakat tertarik menerjuni bisnis olahan cokelat dengan mengandalkan kreasi masing-masing.

Pasar cokelat tak pernah surut oleh masa. Lihat saja, setiap hari ada saja mereka yang meminati panganan ini. Tidak hanya dalam bentuk cokelat batangan, tetapi banyak diaplikasikan dalam beragam makanan mulai dari cake, biskuit, permen, ice cream, hingga minuman.

Selain rasanya yang enak, cokelat juga sering diasosiasikan dengan produk bernilai tinggi dan mahal, sehingga sering dijadikan sebagai hadiah atau souvenir berbagai acara. Mulai peringatan hari ulang tahun, pernikahan, Valentine’s day, momen Lebaran, Natal dan Tahun Baru.

Seperti pengakuan Nadia Handayani, karyawati salah satu perusahaan farmasi di Surabaya. Paling tidak setiap tahun ia selalu memesan kue cokelat untuk momen merayakan hari jadinya. Bahkan, tak jarang ia selalu memesan souvenir berbahan cokelat untuk teman-temannya.

“Apalagi saat ini model-model kue cokelat cukup beragam dan lebih menarik. Produsen cukup kreatif, baik bentuk, bahan, hingga rasa. Kita sebagai konsumen jadi banyak pilihan,” jelas lajang yang pada ulang tahun ke 25 tahun ini memesan kue coklat bergambar foto dirinya ke salah satu UKM di kawasan Rewwin, Waru, Sidoarjo.

Konsumen seperti Nadia ini pula yang menjadi pelanggan bidikan sejumlah pelaku usaha olahan cokelat. Umi Adhiyati, pengusaha kue cokelat TrulyChoco mengakui, selera konsumen terhadap cokelat selama ini berbeda-beda. Ada yang suka manis, namun ada pula yang tak suka manis. Ada yang suka rasa cokelatnya kental, tapi ada pula yang menyukai cokelat hanya sebagai pelengkap rasa.

“Perbedaan selera itu yang harus kita siasati. Bukan berarti kita harus membuat kue cokelat dengan memenuhi semua selera itu. Konsumen juga repot nantinya. Oleh karenanya kita harus membuat yang bisa disukai atau mengena ke semua konsumen,” kata Yati, panggilan akrabnya.

Ibu dua putra ini tahu betul karakter konsumennya. Maklum, ia telah menggeluti usaha olahan cokelat dan kue kering sejak lima tahun lalu. Awal mula ia tertarik terjun di usaha pembuatan kue dan cokelat sekadar coba-coba dengan konsumen hanya sebatas teman dan tetangga.

Karena masih coba-coba, Yati mengaku tak butuh modal banyak. Ia hanya memanfaatkan uang tabungan yang dimiliki. Namun ternyata, banyak yang suka dengan kue buatannya. Paduan bahan, ragam rasa dan bentuk, serta kreasi yang diciptakannya membuat konsumen terus bertambah. Dari situlah usahanya terus berkembang.

“Apalagi didukung pemasaran melalui media internet. Bahkan konsumen saya banyak yang datang dari luar Jatim, seperti Sumatera, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, hingga Makassar,” ungkap wanita 34 tahun ini.

Kekuatan produk TrulyChoco adalah pada ragam bentuk cokelat praline, selain rasa. “Kami hanya menggunakan bahan yang berkualitas tanpa bahan campuran lain yang bisa merusak citarasa dan tekstur cokelat seperti glukose, mentega atau bahan lain dalam bahan dasar cokelat kami. Juga tanpa campuran whisky ataupun rhum, sehingga dijamin halal,” ulas istri Suluh Riawan ini.

Karena cukup berkembang, kini ia banyak mendapat tawaran sejumlah perbankan untuk dikucuri kredit agar usahanya terus berkembang. Namun, ia merasa masih belum memerlukan. Ia masih percaya dengan kemampuan dan keberlangsungan usahanya.

Dengan dibantu 5 orang tenaga kerja, rata-rata Yati mampu memproduksi 20-25 kilogram (kg) kue cokelat setiap harinya. Permintaan kebanyakan untuk souvenir pernikahan dan ulang tahun. Namun pada momen-momen tertentu, seperti Valentine atau jelang Lebaran seperti saat ini, jumlahnya bisa lebih dari 30 kg per hari. “Harga yang kami tawarkan rata-rata Rp 30.000 per kemasan ¼ kg, dan Rp 60.000 untuk ½ kg,” jelasnya.

Hanya saja, ia tak menjual produknya kepada konsumen langsung, melainkan memberi kesempatan kepada agen/reseller untuk berjualan. “Biasanya setiap kali pemesanan reseller minimal Rp 500.000,” ungkap Yati.

Pengusaha cokelat lainnya, Dodo Arief Dewanto, juga mengaku memiliki pelanggan yang loyal. Bersama sang istri, Meutia Ananda, warga Rungkut, Surabaya ini menciptakan kreasi yang unik dan berbeda. Misalnya, ia mengombinasi cokelat dalam beragam bentuk dan bermacam rasa, mulai vanilla, stroberi, tiramisu, hingga blackforest.

Ada juga panganan keripik singkong yang berbalut cokelat beragam rasa. “Tapi, konsumen banyak mengincar kurma yang dilapisi cokelat beragam rasa, di mana bijinya diganti mente atau kenari,” papar pria 35 tahun ini yang mendirikan ‘Chika Store’ sejak 2005 silam.

Terus berkreasi dilakukan karena pasar panganan coklat yang selalu meningkat. Agar lebih mengena ke lidah maupun selera konsumen, ia berupaya menyesuaikan rasa dan bentuknya sesuai dengan momen.
“Menjelang Lebaran seperti saat ini, akan lebih pas jika bentuknya dibuat unta. Atau jika ingin cokelat yang dalamnya kurma dan dikombinasi dengan isi yang unik, seperti mente, almond, atau kenari, kami membuatnya,” paparnya. Harga yang ditawarkan untuk kue-kue ini mulai Rp 10.000 sampai Rp 25.000 sesuai ukurannya.

Pada momen Lebaran ini, permintaan kue kering dan cokelatnya bisa melonjak hingga 3-4 kali lipat. “Pesanan terutama melalui internet, baik secara langsung maupun reseller. Kami tidak menitipkan di ritel modern mengingat harga dan jangka waktu yang tidak tahan lama,” tutur Dodo.
Selain cokelat, ia juga punya produk pilihan yang permintaannya bahkan jauh lebih besar, yakni kue kering berbentuk beragam buah dan sayur, seperti stroberi, pisang, wortel, anggur, tomat hingga terong. dio

Satu Kuintal per Hari, Pasok Cokelat di Supermarket


Farida Ariyani, Pemilik Vanssa Chocolate
Citarasa cokelat memang sepanjang masa. Bisnis cokelat pun semanis dan selegit rasanya. Peluangnya masih terbuka lebar, terlebih jika mau berinovasi pada rasa. Tak heran jika banyak yang melirik usaha ini.

Varian cokelat kini sangat beragam. Namun siapa sangka bisnis ini di awal 2000 belum banyak yang berminat, khususnya di kawasan Surabaya dan sekitarnya.
“Pelakunya sangat sedikit, bisa dihitung jari. Ketika 2001 saya memulai usaha ini sempat ketar-ketir juga,” kenang Farida Ariyani, pemilik merek Vanssa Chocolate, belum lama ini.

Ketertarikannya memproduksi cokelat bermula dari keinginan ibu dan neneknya yang juga pembuat cokelat, meski tanpa merek. Berbekal Rp 1 juta rupiah, ia bersama suami mulai fokus pada produksi.
“Saya mewarisi resepnya dari mereka. Sempat beberapa tahun bekerja di perusahaan konveksi, tapi kemudian resign. Sekarang suami saya full mengerahkan waktunya buat membantu usaha ini,” papar wanita kelahiran Malang 43 tahun lalu ini.

Produksinya kini sebanyak satu kuintal cokelat per hari, per kilogramnya bisa menghasilkan 100 buah cokelat kemasan siap jual. Bahan baku biji cokelat dipesan dari supplier luar kota, seminggu sekali. “Rata-rata per bulan bisa menjual sampai Rp 50 juta. Kalau mau Lebaran gini, biasanya orderan meningkat sampai dua kali lipat,” ujar Farida.

Terutama cokelat mix kurma pasti laris. Ada empat varian yang biasa ia jual, crispy, kacang, buah, dan mint. Akhir tahun ini akan diluncurkan varian baru cokelat low sugar, cocok untuk penderita diabetes.
“Sistem pemasarannya, memang tidak membuka outlet khusus, tapi dari toko, minimarket, supermarket hingga hypermarket,” terang ibu satu anak ini.

Sejumlah minimarket dan supermarket yang sudah ia jangkau antara lain, Bonet, Bilka, Hartani, Sinar, Circle-K, Hero, Dunia Buah, serta Istana Buah.
“Kalau bangun gerai khusus, investasinya akan tersedot semua, sedang pemasarannya terabaikan. Kita utamakan pemasaran dulu karena memperkenalkan brand tidak mudah,” jelas Farida, yang berniat merambah luar Jawa dengan mengirim produk-produknya ke Kalimantan.

Saat ini, pelaku usaha kecil menengah (UKM) binaan Bank Mandiri ini memiliki 20 karyawan yang melakukan proses produksi, mulai pengolahan biji cokelat hingga menjadikannya cokelat kemasan siap jual.

“Saya tidak melayani parcel secara khusus, biasanya pembeli sendiri yang mengemasnya menjadi parcel. Kalau dua minggu sebelum Lebaran biasanya pembeli memborong. Sekali beli bisa ratusan ribu. Mungkin itu dijadikan parsel juga,” kata Farida.

Harga cokelat kemasan Vanssa termurah Rp 5.000 (berisi tiga batang cokelat). Sisanya, dikemas dalam bentuk tabung-tabung mini berisi 5-10 batang cokelat, ada pula yang dikemas dalam toples dan box. Cokelatnya bisa tahan sampai delapan bulan.

Diakui Farida, serbuan cokelat impor dari China tidak cukup mengkhawatirkan usahanya. “Konsumen sudah cerdas, jadi bisa menilai. Produk lokal lebih terjamin karena dilengkapi sertifikasi halal. Kalau produk China kan belum tentu,” pungkas Farida.

Minggu, 08 Agustus 2010

Keberagaman Produk Industri Kreatif Di Jatim


Print E-mail
Beragamnya produk industri kreatif di Jawa Timur merupakan potensi yang dapat menggerakkan sektor riil, di tengah melambatnya perekonomian akibat dampak krisis global.Kegiatan produksi berbasiskan keahlian/ketrampilan serta didasari bakat dan kreatifitas individu itu tumbuh dan berkembang di lingkungan kondusif termasuk sentra yang difasilitasi pemerintah antara lain Dinas Koperasi & UMKM Jatim.Iklim lain yang menunjang keberlanjutan dan perkembangan industri kreatif adalah daya serap pasar.
Sebagian pelaku industri kreatif mampu mengakses pasar domestik maupun ekspor, dan terus menghasilkan produk baru yang inovatif. Sebagian masih dalam tahap merintis pasar, bahkan sebagian lainnya merupakan calon-calon wirausahawan yang akan masuk rimba belantara pasar.
Unik dan berkualitas
Satu contoh adalah Bhagaskara Bronze atau Bhagaskara Art Production pimpinan Supriyadi yang bergerak di bidang produksi patung logam di Trowulan, Kab. Mojokerto. Kapasitasnya 5.000 pieces/bulan dan diorientasikan ke pasar Eropa, AS maupun Asia.Bhagaskara merupakan penerima Siddhakarya Award Jawa Timur 2008 kategori perusahaan kecil, dan dicalonkan untuk mendapatkan Parammakarya (anugerah mutu dan produktifitas tingkat nasional yang diberikan Presiden).
Siddhakarya Award adalah penghargaan dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Jatim bagi perusahaan yang menghasilkan produk unik dan berkualitas memanfaatkan bahan baku lokal dan menerapkan manajemen 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin). “Kami menggunakan logam rongsokan yang dicor, dan produk kerajinan patung ini digemari pembeli asing,” tutur Supriyadi, belum lama ini.
Kreatifitas pada industri kecil glass painting di Surabaya yakni Bejana Handicraft & Souvenir pimpinan Yuni Wijaya lain lagi. Usaha itu memanfaatkan bahan baku aneka barang dari kaca seperti stoples, botol, lampu minyak, asbak dan lainnya lagi yang dipercantik lukisan cat khusus. Produknya berupa barang pakai dan barang hias, dengan harga jual Rp10.000 – Rp550.000 per piece.
Kata Yuni, produksi dan pemasaran usaha glass painting itu dilakukan anggota keluarga. Selain memenuhi pesanan, dia juga membuka stan di sebuah mal di Surabaya.“Kami memperluas ragam produk untuk hadiah ultah, Hari Kasih Sayang/Valentine Day hingga hadiah Hari Natal,” paparnya.Industri berbasis kemahiran merajut juga bangkit lagi di Surabaya semisal yang dilakukan Nita Tjindarbumi dengan memproduksi aneka rajutan seperti baju, topi, taplak meja hingga sarung ponsel.
“Produk ini dikerjakan dengan tangan didasari ketrampilan, dimana untuk meningkatkan pasar kami selalu membuat desain baru,” ujar Nita, yang menekuni bidang rajut dengan bendera Mahirajut. Bahan bakunya aneka jenis benang dan produknya dipasarkan seharga Rp30.000 – Rp1 juta lebih per piece. Nita juga menyewa stan di sebuah mal.
Calon-calon pelaku industri kreatif juga mulai bermunculan di lingkungan kampus. Semisal para mahasiswa di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya amat berminat terjun di bidang bisnis multimedia.Hal itu diketahui dari pengajuan proposal rencana bisnis mahasiswa pada program wirausaha yang dilakukan Unair bekerja sama Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).
Unair tahun ini ditetapkan salah satu dari 7 perguruan tinggi negeri (PTN) sebagai pusat kewirausahaan, dimana Depdiknas mengucurkan dana Rp2 miliar per PTN untuk modal mahasiswa.Wakil Ketua Program Pengembangan Kewirausahaan Unair, Elly Munadziroh, menyebutkan ada 33 proposal rencana bisnis/business plan layak dikucuri modal. ”Diantaranya kelompok mahasiswa asal Fak. Psikologi butuh modal Rp25 juta guna memulai usaha multimedia,” ujarnya.
Banyak kiat dan strategi harus dijalankan para pelaku industri kreatif agar mampu bersaing dan meningkatkan kapasitas produksinya.Menurut pakar bisnis, Rhenald Kasali, kalangan wirausahawan, terutama di bidang industri kreatif, harus cinta perubahan dan berani menghadapi kegagalan.“Produsen harus selalu berobah mengikuti perkembangan masyarakat agar usahanya tidak mati. Selain itu, para pelaku usaha mikro kecil harus memiliki kiat agar ‘naik kelas’ menjadi pengusaha menengah bahkan besar,” tuturnya dalam seminar bisnis di Surabaya, belum lama ini.

Pendidikan Enterpreneur Bagi Para Guru


PDF Print E-mail



Menjadi Guru Profesional Entreprenuer merupakan Trend saat ini, Pendidikan telah berubah menjadi bisnis Eduprenuer yang bersaing dalam berbagai fasilitas dan kelebihannya untuk menarik siswa, kegagalan mendapatkan siswa sudah nampak dimana mana. Banyak sekolah terpaksa harus dimerger, 2 sampai 4 sekolah dijadikan satu karena dengan sedikit siswa tidak lagi layak untuk diteruskan. KADIN UMKM mengajak lembaga pendidikan untuk bekerjasama meningkatkan kwalitas para guru tingkat SD-SMP-SMU menjadi guru Professional Entreprenuer
Profesional dan entrepreneurship tidak bisa dipisahkan, kemampuan menjual Jasa Pendidikan yang menarik tergantung dari profesionalisme para gurunya untuk berhasil menjadikan siswa mencapai target yang diinginkan. Penjual barang berkwalitas rendah akan kesulitan menjual dibanding yang berkwalitas tinggi, apalagi bila produknya sama, demikian pula yang terjadi pada bisnis pendidikan. Indonesia Ir.Ciputra, entrepreneur pimpinan Ciputra Group yang sangat perduli dengan pendidikan, menyatakan bahwa Indonesia memerlukan 4.400.000 entreprenuer agar dapat menciptakan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan angkatan kerja Indonesia. Saat ini baru terpenuhi 400.000 saja, 0.18 % dari penduduk 220 juta.
KADIN UMKM mengajak Kepala sekolah tingkat SD-SMP-SMU untuk dapat bekerjasama dalam menghasilkan para professional dan entrepreneur dengan memanfaatkan system Belajar mengajar Kecepatan Tinggi atau Highspeed Learning Teaching. Sistem ini akan menciptakan keunggulan sebuah sekolah sehingga memiliki daya jual yang tinggi bersaing dengan banyak sekolah. Selain dalam bentuk bacaan juga dalam bentuk Workshop dan supervisi sehingga apa yang tertulis akan terwujud.
Kebanyakan sekolah unggulan mengunggulkan pada angka kelulusan dan keberhasilan siswa untuk melanjutkan kesekolah berprestasi, maka keunggulan HLT adalah menjadikan guru dan siswanya profesional dan entrepreneur sehingga sejak tingkat sekolah Dasar sudah mampu mengaplikasikan semua pelajaran teori menjadi praktek. Semua pelajaran baca, tulis, gambar dan hitung yang berupa pelajaran Matematik, IPA, IPS, Bahasa dan Olahraga dikemas dengan wawasan Profesional dan Entreprenuer untuk menghasilkan daya saing dalam produktifitas, kwalitas dan efisiensi yang berwujud produk barang dan jasa. Inilah tuntutan kwalitas SDM pada masyarakat yang menghadapi persiangan bebas yang sekarang terjadi dengan diberlakukannya Pasar bebas Cina-Asean.
System Highspeed Learning Teaching merupakan hasil dari penelitian, pelatihan dan pengalaman Konsultan dan Instruktur KADIN UMKM pada ribuan usaha mikro kecil menengah lebih diseluruh Indonesia. Dengan system yang sangat sederhana ini para guru menjadi sangat produktif dan kreatif, antusias untuk terus menerus melakukan inovasi dalam belajar mengajar yang akan menghasilkan berbagai produk barang serta jasa nyata. Sistem ini sangat cepat untuk menunjukkan hasilnya, hanya dalam waktu 15 menit semua mata pelajaran dapat didemokan dalam mentransfer pengetahuan serta ketrampilan.
Bila anda seorang Kepala Sekolah, guru atau Ketua Yayasan Pendidikan yang ingin meningkatkan kwalitas Sekolah menjadi Sekolah yang diminati siswa silahkan mengirim Team guru bersama siswanya untuk mengikuti workshop PROFESIONAL EBTREPRENUER TEACHING atau PROFENT TEACHING. Sebaliknya Pusdiklat KADIN UMKM dapat langsung mengirim Team Profesional Entrepreneur teacher langsung mengoperasikan system disekolah untuk dapat diikuti oleh para guru dan siswanya.

Jumat, 06 Agustus 2010

Mesin jahit

Blus Ciptaning

Peralatan pokok yang paling penting diruangan jahit adalah mesin jahit yang terletak ditempat datar dan cukup cahaya matahari atau lampu sehingga mesin dapat dioperasikan dengan lancar Sewaktu akan mengoperasikan mesin jahit hendaknya dicoba dahulu apakah jalannya sudah sesuai dengan keinginan kita. Kita coba jahitan dengan bahan yang berbeda. Mesin yang baik jalannya lancar ketika melalui bahan yang lebih tebal karena ada lipatan atau sambungan dan tusuknya tidak melompat.

Cara menggerakkan mesin jahit ada empat:

1) Dengan tangan yaitu memakai engkol pada roda mesin lalu diputar dengan tangan, ini adalah mesin yang tertua, sekarang sudah jarang digunakan kecuali untuk orang–orang yang bermasalah dengan kaki (cacat kaki).

2) Dengan kaki yaitu diputar dengan injakan kaki, mesin ini banyak dipakai dirumah tangga dan disekolah

3) Dengan tenaga listrik, mesin yang diputar dengan listrik lebih cepat putarannya yaitu dengan memasangkan dinamo pada mesin, mesin tangan atau mesin kaki juga dapat diputar dengan dinamo listrik yaitu dengan menambahkan dinamo, dinamo ini ada yang besar dan ada yang kecil. Mesin dengan listrik ini biasanya dipakai ditempat-tempat usaha busana namun mesin dirumah tangga dan sekolah sudah banyak digerakkan dengan listrik agar lebih praktis dan efisien.

4) Mesin high speed, yaitu mesin dengan kecepatan tinggi, biasa dipakai pada industri pakaian jadi.

Rabu, 04 Agustus 2010

Fesyen

Fesyen adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM terus menginventarisasi kendala yang dihadapi oleh UKM Industri fesyen seperti permodalan, pengurusan perijinan dan hak cipta, serta pemberdayaan sentra-sentra UKM di semua daerah dan mendorong UKM fesyen untuk memanfaatkan teknologi Informasi melalui E-Commerce.

Desain

Desain adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan memfasilitasi UKM bidang desain untuk pengurusan hak cipta, sedangkan dari sisi teknologi Kementerian Negara Koperasi dan UKM terus mendorong UKM untuk memanfaatkan teknologi, sebab teknologi berperan dalam mempercepat dalam meningkatkan kualitas dan mempermudah dalam penunjang bisnis dan bersosial; teknologi menunjang produktifitas, akses suatu jaringan adalah factor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif.

Permainan Interaktif

Permainan Interaktif adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.

Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan menginventarisasi persoalan yang menghambat UKM yang bergerak di bidang permainan interaktif.

Bisnis Kreatif Butuh Seni "Menjahit" Kebutuhan Klien

Anda sedang mengincar bisnis di industri kreatif? Industri kreatif diperkirakan akan mampu bertahan menghadapi krisis karena berbasis ide dan kreativitas dari sumber daya manusia yang tak ada batas. Sektor yang termasuk industri kreatif, antara lain desain, video film dan fotografi, musik, permainan interaktif, komputer, dan peranti lunak.

Saung Angklung Udjo (SAU) menjadi satu di antara kisah sukses pelaku bisnis kreatif, dalam hal ini masuk dalam kategori musik. Budaya dan tradisi khas Indonesia tertangkap sebagai peluang yang terus berkembang. Inovasi kreatif harus selalu tercipta agar pasar terpenuhi kebutuhannya, dan bisnis semakin berkembang, demikian papar Joko Nugroho, Senior Partner SAU, saat ditemui Kompas Female setelah memimpin pertunjukan harmonisasi musik angklung yang diikuti ribuan mahasiswa dalam Seminar Wirausaha Mandiri, Jumat (22/1/2010) lalu.

Menurut Joko, dalam bisnis kreatif diperlukan penyesuaian dan kombinasi dari konsep yang sudah ajek. Dengan demikian, bisnis tersebut memiliki pembeda dan menyasar kebutuhan klien dengan tepat.

"Setiap bisnis pasti punya misi dan nilai. Bagaimana 'menjahit' nilai-nilai yang ada, menyesuaikan dengan kebutuhan klien menjadi faktor utama berkembangnya bisnis," jelas pria yang tak ingin disebut sebagai entertainer ini.

Joko menyebutkan, ciri usaha mandiri, seperti halnya SAU, harus memiliki nilai-nilai seperti:
- Yakin
- Keberlanjutan
- Disiplin
- Syukur
- Intensitas
- Sinergi
- Inovatif
- Hebat

Nilai tersebut, lanjut Joko, bisa "dijahit" dan bahkan dimodifikasi sesuai kebutuhan untuk menciptakan kerja sama, kepemimpinan, dan inovasi dalam rangka menghasilkan produk yang menjual dan memenuhi kebutuhan pelanggan.

"Nilai-nilai kemandirian tersebut bisa disajikan dalam permainan angklung. Dengan begitu, angklung tak sekadar menghibur namun menjadi hiburan motivasional dan edukatif, dan ini menyesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan klien," papar Joko, yang juga konduktor pertunjukan angklung khas Saung Angklung Udjo.

Sumber : Wardah Fajri/din (female.kompas.com)

Merintis wisata kreatif dan inovatif

MENGINGAT kawasan sekitar Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal sangat menarik. Jalan raya yang merupakan jalur utama Te gal- Pur wokerto, dari Desa Karanganyar di perbatasan Kota Tegal hingga Banjaran, Adiwerna tiap hari tidak pernah diam. Selalu menunjukkan aktivitasnya. Dalam sebuah lagu tegalan digambarkan, ” akeh wesi pating telalang nang dalanan, krompyang!” (banyak besi malang-melintang di pingir jalan, krompyang!). Itulah kawasan yang dikenal sebagai sentra industri kecil dan kerajinan.

Mulai kerajinan gerabah, kayu, sampai kerajinan logam. Produksinya antara lain perkakas rumah tangga, seperti; pompa air (dragon), dandang, panci, wajan, kompor, dan cetakan kue. Suku cadang mesin, seperti; baud, dinamo, filter, knalpot motor dan mobil. Juga kerajinan perhiasan dari emas atau perak. Sifat kreatif dan inovatif masyarakatnya itulah membuat Tegal dijuluki ”Jepangnya” Indonesia. Semua aktivitas produksi merupakan industri rumahan ( home industry ). Tampak kondisi sangat kontras dibandingkan kecamatan lain yang merupakan daerah pertanian.

Di dsaerah pertanian, lazimnya yang numpuk di rumah-rumah penduduk, terutama pada musim panen adalah gabah, jagung, kacang, atau singkong. Namun, di Kecamatan Dukuhturi, Talang, dan Adiwerna numpuk adalah hasil kerajinan. Sudah hal biasa kalau baud yang menggunung di ruang rumah penduduk.

Bukan hanya menarik, tetapi menggelitik. Tegal dengan bahasa ngapak-ngapaknya dapat ”dijual” lewat dunia hiburan. Lihat saja nama Cici Tegal, lagu berlogat tegalan, ”Okelah Kalau Begitu.” Semua tergantung bagaimana mengemasnya. Bahasa ngapakngapak yang biasa jadi bahan olokolokan bisa diubah menjadi sesuatu yang laku jual.

Terkait bahasa juga, menarik juga apa yang ada di Jakarta ternyata di Tegal ada. Kalau di Jakarta terdapat daerah bernama Tanah Tinggi, di Kecamatan Adiwerna, tidak jauh dari lokasi makam Amangkurat I ada desa bernama Desa Lemah Duwur. Di Jakarta ada bilangan Jembatan Merah, dari arah makam Amangkurat I, menyebrang jalan raya Tegal-Purwokerto menyusur jalan Projo Sumarto II, sekitar 300 meter ada Brug Abang.

Menurut sejarah kata, brug berasal dari bahasa Belanda yang berarti Jembatan. Abang adalah bahasa Jawa yang berarti merah. Brug Abang adalah benar-benar jembatan seperti jembatan pada umumnya, tetapi bukan berarti berwarna merah, hanya sebutannya saja. Di kalangan masyarakat Tegal Brug Abang cukup dikenal.

Brug Abang adalah jembatan yang melintas di sungai Gung. Terlepas dari asal-usul sebutan Brug Abang, kondisinya memang menarik. Karena di samping jembatan terdapat bendungan, berfungsi untuk membagi arus air sebagai arigasi. Di sekitar lokasi bendungan oleh masyaarakat sekitar dijadikan tempat bermain sebagaimana layaknya tempat rekreasi didukung banyaknya pedagang.

Setelah dibangun jembatan di sebelahnya, sekarang Brug Abang MENGINGAT kawasan sekitar Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal sangat menarik. Jalan raya yang merupakan jalur utama Te gal- Pur wokerto, dari Desa Karanganyar di perbatasan Kota Tegal hingga Banjaran, Adiwerna tiap hari tidak pernah diam. Selalu menunjukkan aktivitasnya.

Dalam sebuah lagu tegalan digambarkan, ” akeh wesi pating telalang nang dalanan, krompyang!” (banyak besi malang-melintang di pingir jalan, krompyang!). Itulah kawasan yang dikenal sebagai sentra industri kecil dan kerajinan.

Mulai kerajinan gerabah, kayu, sampai kerajinan logam. Produksinya antara lain perkakas rumah tangga, seperti; pompa air (dragon), dandang, panci, wajan, kompor, dan cetakan kue. Suku cadang mesin, seperti; baud, dinamo, filter, knalpot motor dan mobil. Juga kerajinan perhiasan dari emas atau perak. Sifat kreatif dan inovatif masyarakatnya itulah membuat Tegal dijuluki ”Jepangnya” Indonesia.

Semua aktivitas produksi merupakan industri rumahan ( home industry ). Tampak kondisi sangat kontras dibandingkan kecamatan lain yang merupakan daerah pertanian. Di dsaerah pertanian, lazimnya yang numpuk di rumah-rumah penduduk, terutama pada musim panen adalah gabah, jagung, kacang, atau singkong. Namun, di Kecamatan Dukuhturi, Talang, dan Adiwerna numpuk adalah hasil kerajinan. Sudah hal biasa kalau baud yang menggunung di ruang rumah penduduk.

Bukan hanya menarik, tetapi menggelitik. Tegal dengan bahasa ngapak-ngapaknya dapat ”dijual” lewat dunia hiburan. Lihat saja nama Cici Tegal, lagu berlogat tegalan, ”Okelah Kalau Begitu.” Semua tergantung bagaimana mengemasnya. Bahasa ngapakngapak yang biasa jadi bahan olokolokan bisa diubah menjadi sesuatu yang laku jual.

Terkait bahasa juga, menarik juga apa yang ada di Jakarta ternyata di Tegal ada. Kalau di Jakarta terdapat daerah bernama Tanah Tinggi, di Kecamatan Adiwerna, tidak jauh dari lokasi makam Amangkurat I ada desa bernama Desa Lemah Duwur. Di Jakarta ada bilangan Jembatan Merah, dari arah makam Amangkurat I, menyebrang jalan raya Tegal-Purwokerto menyusur jalan Projo Sumarto II, sekitar 300 meter ada Brug Abang.

Menurut sejarah kata, brug berasal dari bahasa Belanda yang berarti Jembatan. Abang adalah bahasa Jawa yang berarti merah. Brug Abang adalah benar-benar jembatan seperti jembatan pada umumnya, tetapi bukan berarti berwarna merah, hanya sebutannya saja. Di kalangan masyarakat Tegal Brug Abang cukup dikenal.

Brug Abang adalah jembatan yang melintas di sungai Gung. Terlepas dari asal-usul sebutan Brug Abang, kondisinya memang menarik. Karena di samping jembatan terdapat bendungan, berfungsi untuk membagi arus air sebagai arigasi. Di sekitar lokasi bendungan oleh masyaarakat sekitar dijadikan tempat bermain sebagaimana layaknya tempat rekreasi didukung banyaknya pedagang.

Setelah dibangun jembatan di sebelahnya, sekarang Brug Abangdua lajur. Semula Brug Abang lama lebarnya hanya empat meter. Sedangkan jembatan baru dengan kontruksi baja, lebarnya dua kali dari jembatan lama dimaksudkan untuk menggantikan jembatan lama karena sempit, kurang memadahi. Adanya jembatan baru, jembatan lama tidak dibongkar, menambah unik dan indah, namun tetap disebut Brug Abang, bukan Brug Kembar, misalnya.

Masih di ruas Jalan Projo Sumarto II, sekitar dua kilometer adri Brug Abang sampai di sanggar seni Paguyupan Seni Satria Laras Ragam Pergelaran Dalang Ki Enthus Susmono di Desa Bengle, Kecamatan Talang. Sebagai aspek seni melengkapi aspek yang sudah ada, yaitu aspek sejarah dan industri kerajinan, kesemuanya berbasis tradisi. Desa Bengle juga merupakan sentra batik bercorak pesisir, dengan ciri cerah.

Kawasan potensial
Dengan perpaduan berbagai aspek, di kawasan Kecamatan Dukuhturi, Talang, dan Kecamatan Adiwerna berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah wisata atau penelitian yang bersifat mendorong kreativitas dan inovatif. Sayangnya, pihak pemerintah sendiri daerah kurang inovatif. Berupaya memberdayakannya untuk ditawarkan kepada pihak lain, kalangan akademik, dunia industri atau daerah lain.

Di samping itu, kebanyakan orang masih berpandangan bahwa yang namanya wisata yaitu segala sesuatu yang bersifat "kesenangan" atau hedonis. Sehingga wisata dikonotasikan pada kondisi alam yang indah, tempat belanja, dan hiburan.

Padahal, rekreasi bukan semata kebutuhan bersifat hiburan. Bukan hanya memenuhi kebutuhan hati (perasaan), tetapi juga merangsang otak untuk berfikir, yang bersifat menginspirasi dan memotivasi. Wisata bukan terbatas berdasar objeknya seperti wisata alam. Sehingga mendorong eksploitasi dearah pegunungan, pantai, atau wisata belanja, bermunculannya mal. Padahal, tak sedikit akibat eksploitasi alam menjadikan kerusakan yang ujungnya memicu bencana. Eksploitasi kawasan Puncak di hulu dan Ancol di hilir membuat Jakarta langganan banjir dapat dijadikan pelajaran.

Perlu dikembangkan wisata menurut spesifikasi minat dan bakat yang dapat memicu inovasi dan kreativitas manusia. Misalkan, dirintis wisata seni, wisata edukasi atau riset dan wisata rohani. Merintis wisata semacam itu bukanlah mimpi, sebab seorang pengarang terkenal, Gol A Gong telah memberi contoh mengembangkan wisata seni di Serang, Banten. Jenis wisata dimana yang dianggap serius dibikin menyenangkan, tetapi menumbuhkan daya inovasi dan kreativitas. Untuk merintis model wisata seperti itu, kawasan Tegal Arum sangat potensial.

Di tengah bangsa terus terpuruk, sangat penting merubah paradigma pariwisata. Dari bersenang-senang tetapi mengabaikan aspek substantif bagi manusia, menjadi wisata yang memanusiakan manusia. Yaitu, model wisata yang bukan menawarkan keindahan alam yang semu dan memicu eksploitasi alam serta menimbulkan efek domino, melainkan menawarkan sebuah model wisata yang membangkitkan etos kerja.

Sehingga dalam jangka panjang terwujud bangsa yang berjiwa intrepreneur namun tetap berbudaya. Merupakan tantangan, siapa berani merintis wisata "Jepang-nya" Indonesia. f Sumarno Warga Tegal tinggal di Banten, Pegiat Komunitas Batu (Baca Tulis), dan anggota Komunitas Penulis Tegal