Selasa, 10 Agustus 2010

Iseng-iseng Berbuah Pesanan hingga Hongkong


Rizki Rahmadianti, Pengusaha Jilbab ‘Ananda’ Rizhani
SURABAYA - SURYA-
Bisnis aneka jilbab semakin menjamur. Tidak seperti lima tahun silam, bisnis ini kian menggurita. Mulai pelosok gang hingga rumah gedongan, semua menggarap bisnis ini. Untuk skala kecil, bisnis ini memang tak perlu modal banyak.

Bagi Rizki Rahmadianti, 33, bisnis besarnya memproduksi jilbab dengan merek dagang Ananda berawal dari iseng-iseng. Kala itu ia masih bekerja sebagai teknisi di sebuah stasiun televisi swasta nasional.
“Waktu itu saya cuma iseng ingin buat sesuatu yang unik. Kebetulan saya suka menyulam. Akhirnya saya coba menyulam di jilbab. Modalnya cuma Rp 300.000. Hasilnya saya tawarkan di ibu-ibu pengajian di sekitar rumah,” ujar sulung tiga bersaudara ini, Rabu (5/5).

Responnya menggembirakan. Sejak 2003 itulah ia melayani pesanan. “Saya bikin sample lalu saya tawarkan dan direspons. Iseng-iseng juga saya bikin website www.rumahjilbabananda.com lho kok langsung ada permintaan 200 biji dari Jakarta. Saya betul-betul surprised! Mereka bahkan berani bayar di muka,” kenang Rizki.

Alumnus Teknik Elektro Universitas Brawijaya ini pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menyanggupi meskipun jumlah tenaga yang ada sangat terbatas. “Promosi lewat online kalau display-nya bagus memang manjur. Saya pakai model keponakan dan saudara, tidak pakai manekin. Editing photoshop-nya saya maksimalkan,” imbuh ibu dua anak ini.

Saat ini, ia tak cuma menyulam jilbab tapi sekaligus memproduksinya di kawasan Rungkut Barata VI. Jumlah agennya mencapai 30 tersebar di pelosok nusantara. Jumlah karyawan tetapnya 10 orang, karyawan tidak tetap mencapai 50 orang.

“Awalnya saya sudah bisa jahit tapi jahit lurus. Belajar jahit jilbab, dari jilbab yang saya beli di Royal lalu saya bongkar dan saya pelajari. Desain aplikasi pita dan benang sulamnya saya create sendiri,” jelasnya.

Kini, usahanya sudah berkembang tak sebatas jilbab tapi baju berbahan kaos untuk busana muslim, ukuran dewasa wanita dan anak-anak. “Itu juga karena permintaan agen,” ucapnya. Untuk memperdalam ilmunya, Rizki juga menempuh pendidikan mode di Susan Budihardjo.
Rizki kini bisa memproduksi jilbab rata-rata 3.000 potong per bulan, sedangkan kaos busana muslim bisa 200 potong per bulan. Bahan jilbabnya kaos rayon, spandex sutra dan paris, sedangkan bahan baju busana muslim kaos katun.

“Memasarkan produk sebetulnya menjadi hal yang lumayan sulit. Dulu saya memasarkan ke toko-toko tapi hasilnya kurang bagus. Saya jual seharga Rp 20.000 per biji mungkin dianggap kemahalan dan kalah dengan jilbab-jilbab dari Gresik

Akhirnya, ia menjual dengan sistem agen melalui jaringan online. Jualan melalui distributor dan agen, diakuinya, lebih menguntungkan. Memang harga jualnya tidak bisa murah karena distributor pasti minta potongan, dari distributor ke agen juga pasti minta potongan.
“Kalau jual Rp 15.000/potong maka keuntungan cuma saya yang dapat, sedangkan distributor dan agen akan sulit dapat margin,” jelas Rizki.

Ia pun membuat daftar harga tetap untuk setiap model, dan memberikan diskon tertentu untuk pembelian dengan nilai tertentu. “Diskonnya tidak per potong tapi per jumlah pembelian. Misalnya kalau pembelian minimal Rp 6.000.000 akan mendapat diskon sampai 40 persen, kalau pembelian Rp 200.000 diskonnya cuma lima persen,” katanya.

Selain menggali pasar domestik, tahun ini ia berencana meningkatkan ekspor. “Permintaan ke Hongkong sudah ada. Mungkin nanti saya akan jajagi ke Malaysia dan kantong-kantong TKI lainnya. Untuk mengembangkan pasar ekspor, saya minta difasilitasi Disperindag Jatim melalui P3ED,” ujarnya.
Orderan yang berjalan sejak 2003 sampai 2010 meski naik, namun mengalami pasang surut. Terlebih lagi akhir 2009 ketika semakin banyak pemain di bidang yang sama.

“Permintaannya mulai stag di 2009, bahkan awal 2010 orderan menurun. Tapi terus saya siasati dengan membuat desain yang inovatif,” ungkap Rizki.

Sayangnya, usaha jilbab merek Ananda ini gagal mendapatkan hak paten karena pengusaha di Bekasi lebih dulu memakai merek ini. “Akhirnya saya ganti Rizhani. Mengganti merek ternyata memengaruhi penjualan. Saya seperti mulai dari nol lagi, meski ada sebagian pelanggan yang sudah loyal dengan produk saya,” pungkas Rizki, yang setiap bulan bisa meraup omzet Rp 60-70 juta dengan keuntungan 20 persen.

0 komentar:

Posting Komentar